Selasa, 04 Januari 2011

Sejarah Gereja Katolik Di Jakarta

Sebelum mengetahui perkembangan Gereja Katolik di Jakarta, ada baik kita mengetahui perkembangan gereja katolik masuk ke Indonesia karena baru pada tahun 1642 diperkirakan masuk ke Batavia/Jakarta. Di Indonesia, orang pertama yang menjadi katolik adalah orang Maluku pada tahun 1534. Ketika itu pelaut-pelaut Portugis baru menemukan pulau-pulau rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang di Indonesia adalah Santo Fransikus Xaverius tahun 1546 sampai 1547 datang mengunjungi pulau Ambon, Saparua, dan Ternate. Ia membaptis beberapa ribu penduduk setempat, mereka melakukan pesta perutusan Yesus,“Pergilah jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus “ (Mat 28:19).

Selama Kota Batavia menjadi pusat jaringan perdagangan Vereenigde Oostindische Compagnie atau kita kenal dengan sebutan VOC tahun 1616 hingga 1799, VOC pada umumnya beragama Protestan, hanya gereja Umat Reformasi yang diperbolehkan berdiri didalamnya. Orang Portugis tidak pernah berkuasa di Jakarta, akan tetapi tidak jauh dari “Stasiun Beos”, terdapat sebuah Gereja Portugis, kebanyakan orang Portugis dan juga Portugis peranakan beragama Katolik karena mereka tidak diizinkan oleh Kumpeni mengamalkan agama mereka dalam wilayah kekuasanya selama abad ke 17 dan ke 18, lama kelamaan banyak diantara mereka menjadi Protestan. kebencian orang Belanda terhadap agama Katolik bersumber pada perang dengan spanyol (1568-1648). Para tawanan Portugis yang miskin dan para budak yang dibeli di India, tinggal di luar Kota di sebelah timur tembok yaitu di sekitar Gereja Sion sekarang. Banyak di antara mereka menyandang nama Portugis, tetapi darah Portugis tidak banyak mengalir dalam tubuh mereka.

Nama Portugis diterima dari wali baptis mereka. Mereka dijanjikan kebebasan oleh pihak Belanda dengan syarat mau menjadi anggota Gereja Reformasi. Oleh karena itu, mereka disebut “ Mardiiker “ atau orang yang dimerdekakan. Lama – kelamaan hampir semua menjadi orang Protestan, Namun demikian selama beberapa generasi perpindahan itu bersifat lahiriah saja.

Setiap kali seorang Iman Katolik dengan diam – diam singgah di Batavia dan merayakan Misa Kudus, para Mardijker berbondong – bondong ikut serta. Gejala seperti ini berlangsung sampai pertengahan abad ke 18. Pada tahun 1622 kapal yang ditumpangi Aegidius de Abrue ,seorang imam Jesuit karena dirampok di Selat Singapuradan dia dibawa ke Batavia. Dalam penjara kota ini ia bertemu dengan seorang imam dan seorang burder Dominikan dan banyak orang awam Portugis.

Mulanya, de Abrue hanya diinternir dan cukup bebas untuk mengunjungi orang Katolik di empat penjara, yang pada waktu itu sudah terdapat di Batavia. Ia mendengarkan Pengakuan dosa dan merayakan Misa bersama mereka. Orang Belanda tidak mencegah kegiatan tersebut supaya tawanan yang banyak itu tetap tenang dan jangan melarikan diri, sebab tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk membangun kota. Tetapi , akhirnya kegiatan de Abreu itu dilarang, dan ia dimasukkan ke dalam ruang terkunci, yang berbau busuk tanpa ada ventilasi. Didalam penjara de Abreu dan imam Dominikan tersebut merayakan ibadat bersama para tawanan yang seiman dan mengkhususkan satu pojok sebagai tempat untuk berdoa. Waktu kegiatan itu diketahui, dua imam dimarahi, dimaki-maki, dipukul dan jatah makanan mereka dikurangi, sedangkan pekerjaan diperberat. Imam Dominikan meninggal karena diperlakukan buruk. Pada Maret 1624 Pater de Abreu meninggal. Mengapa orang – orang VOC begitu kejam terhadap para imam Katolik Portugis? VOC didirikan untuk merampas monopoli cengkeh serta lada dari Portugal. Sebab, sejak tahun 1585 raja Spanjol Philip sekaligus menjadi raja Portugal. Dan Spanyol adalah musuh bebuyutan orang Belanda.

Selama dua puluh tahun setelah pembunuhan P.A de Abreu SJ, kurang lebih sepuluh imam Katolik dilaporkan singgah di Batavia. P. Antonio Caballero OFM ditangkap waktu kapalnya mencari tempat berlindung disuatu pelabuhan di Formosa, yang di kuasai oleh Belanda (1636). Ia dirantai dan dibawa ke Batavia, tempat ia dipenjarakan bersama 300 tahanan, Selama delapan bulan dalam penjara, Ia dikunjungi beberapa pendeta untuk mendiskusikan pokok – pokok perselisihan antara umat Katolik dan Protestan.

Pada tahun 1645 - 46 Pedro Francesco Jaque SJ, karena angin sakal terpaksa mendarat di Batavia dan ia berjumpa dengan banyak orang Katolik yang menurut taksiran kurang lebih 3.000 orang. Ia membaptis 6 (enam) sampai 8 (delapan) orang setiap hari dan umumnya orang dewasa. Pada tahun yang sama terjadi skandal besar P.Alexander de Rhodes SJ, adalah seorang bangsawan Perancis, misionaris Vietnam dan pencipta abjad, tiba di Batavia. Sebelumnya ia diterima baik di Malaka oleh Gubernur A. de Vlamingh van Outshoorn dan diperbolehkan merayakan Misa secara terbuka untuk tentara VOC yang berbahasa Perancis. Gubernur berkata kepada de Rhodes, waktu memandang lukisan S.Fransiscus Xaverius di rumahnya.

“Aku mengaku dengan terus terang” Pater” seandainya aku seorang Katolik aku masuk Serikat anda. Sebab aku melihat dengan mataku sendiri betapa beraninya Pater-pater Jesuit menanggung siksaan kejam sekali untuk membuat mereka murtad.”
Karena tiada kapal dari Malaka ke Eropa, maka P. de Rhodes berangkat ke Batavia, pada tanggal 5 Maret 1646 P. de Rhodes bertemu dengan Francesco Jaqua yang melaporkan bahwa ia diutus ke Malaka (1646) untuk menolong orang Katolik yang baru saja kehilangan kebebasan beragama di bawah kekuasaan VOC (1641). Karena kerasulannya tercium oleh Dwan ereja setempat, maka ia terpaksa harus meninggalkan Malaka, tetapi berhasil berlayar ke Batavia lagi. Di Batavia ia sempat melaksanakan karya pastoral selama setengah tahun.

Pada hari minggu 29 Juli 1696 P.de Rhodes ditangkap waktu merayakan Misa dirumah Tuan Innocent Viera de Compos. Sesudah konsekrasi, terdengar keributan besar di muka rumah itu. Kepala pengadilan dan polisi sekonyong konyong menggerebek tempat orang katolik berkumpul untuk merayakan Misa Kudus. De Rhodes langsung membagikan semua hosti yang sudah dikonsekrasi. Waktu Iman ini masih berdoa, tiga polisi menyeret dan mau membawanya dengan pakaian Misa ke penjara. Tetapi, tujuh orang Portugis menghunuskan pedang untuk mencegah penghinaan atas agama mereka. Pada ruang tahanan yang gelap Imam Jesuit ini menggunakan waktunya untuk menjalankan latihan rohani tahunnannya (exercitia) selama sepuluh hari. Dua minggu sesudahnya ia dituduh secara resmi, bahwa merayakan Misa Kudus membakar buku agama Protestan dan menobatkan Gubernur Malaka A de Vlamingh, akhirnya pada tanggal 25 September de Rhodes dipanggil untuk menghadap hakim dan dijatuhi hukuman, yaitu meninggalkan wilayah VOC, membayar empat ratus keping emas dan Salib dan Patung serta alat Misa dibakar dibawah tiang gantung, bersama dua orang penjahat akan digantung pada waktu yang sama juga.

Bulan Agustus 1661 FR. Manuel Soares SJ ke Batavia untuk meneruskan pelayaran ke Muangthai, ia hanya singgah sembilan hari. Tetapi lima tahun kemudian Manuel Soares SJ, mengirim suatu laporan kepada pembesarnya di Roma. Ia menyebut antara lain bahwa pada malam pertama ia membaptis sembilan orang dalam rumah seorang Portugis. Laporan Soares memberi gambaran berharga tentang banyaknya orang Katolik dan keadaan mereka di Batavia pada tahun 1660 an. P. Martino Martini SJ (1661), seorang ahli geografi dan perancang atlas Tiongkok yang pertama, singgah di Batavia bersama sembilan Jesuit lain.

Dua puluh tahun sesudahnya ( 1682 ) P. Andreas Gomes SJ, diutus Raja muda Portugis dari GOA untuk memperbaiki hubungan dengan VOC di Asia setelah perdamaian baru diadakan di Eropa. Kepergian Gomes dengan kapal didalam kapal ada yang penyelundup seorang Pater Ordo Agustin, akhirnya pada tahun 1664 dikeluarkan plakat yang melarang imam-imam Katolik mendarat di pelabuhan Batavia. Pada tahun 1688 P. Johan Baptista de Visscher dari Rotterdam menulis kepada provinsialnya di Belgia bahwa ia berencana belayar lewat Manila dan Makassar ke Batavia untuk menyelidiki.

Kemajuan Missie Katolik bertambah pesat setelah pada tahun 1874 Mgr. Francken digantikan oleh Mgr. Claessen yang sejak tahun 1848 bertugas di India. Didirikannya pos-pos di Cirebon, Magelang, Bogor, Malang dan Madiun. Untuk Sumatra di Medan dan Tanjung Sakti. Di Kalimantan dibangunnya pangkalan untuk kristenisasi suku Dayak. Mgr. Claessen digantikan oleh Vicarius Apostoles M.J. Staal, kemudian pada tahun 1898 oleh Mgr. E.S Luypen SJ, sejak masa itulah agama katolik mulai berkembang di pulau Jawa.

Pada tahun 1902 di Batavia (Jakarta) mulai didirikan Apostolisch Vicariaan Van Batavia. Tujuh tahun kemudian yaitu 1904 Pusat Missie Katolik di negeri Belanda mengirimkan 2 orang utusannya ke Jakarta yaitu Jacob Nellisen dan Lambert Prinsen, kedudukan Missie dipusatkan di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan adalah Romo Agung Albertus Sugiyopranoto pada tahun 1940,Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan gereja katolik. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II ( 1962-1965 ).

Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar