Apabila kita melewati Jalan Merdeka ke arah Jalan Lembong,kita akan menyaksikan sebuah gedung berasiterktur gothic dengan menara tinggi di sisi kirinya,di apit oleh Kantor POLRESTABES Bandung yang dahulu merupakan sekolah para calon guru pada masa kolonial Belanda dan Gedung Hotel Grand Panghegar terdapat Gereja Katedral Santo Petrus yang di dirikan pada tahun 1922 sebagai pengganti Gereja Santo Fransiscus Regis yang sudah tidak dapat menampung umat yang semakin bertambah di Kota Bandung gedung gereja tersebut sekarang di gunakan sebagai salah satu bagian dari Kantor Bank Indonesia.
Gereja Katedral St. Petrus, Bandung menyimpan banyak cerita menarik yang layak diungkapkan, terutama bagi umat Katolik yang belum sempat mengenalnya lebih jauh. Lebih dari sekedar bangunan yang memiliki arsitektur yang khas, Katedral ini ternyata menjadi saksi bisu tentang perjalanan panjang perkembangan umat Katolik di (Keuskupan) Bandung.
Sejarah Perkembangan Katedral Bandung
Cerita ini dimulai sekitar tahun 1878, di mana saat itu Bandung sebagai ibukota karesidenan Priangan sudah cukup ramai, namun belum memiliki pelayanan umat Katolik sendiri. Untuk melayani umat, pastor didatangkan dari stasi terdekat, yaitu Cirebon yang berada di bawah Vikariat Apostolik Batavia. Ketika jalur kereta api Batavia – Bandung dibuka pada tahun 1884 dan transportasi menjadi lebih mudah, pelayanan umat secara tetap di Bandung segera dipersiapkan. Maka, dibangunlah gereja pertama yang berukuran hanya 8 x 21 meter persegi dilengkapi sebuah pastoran di Schoolweg (kini Jalan Merdeka), berdekatan dengan gudang kopi milik Pemerintah Kolonial Belanda. Gereja ini diberi nama St. Franciscus Regis dan diberkati oleh Mgr. W. Staal pada tanggal 16 Juni 1895.
Pada tanggal 1 April 1906, Bandung memperoleh status Gemeente (setingkat kotamadya), sehingga berhak menyelenggarakan pengelolaan kota sendiri. Sejak saat itu, Kota Bandung mulai berbenah, antara lain dengan melaksanakan pengembangan permukiman kota untuk warga Belanda dan pembangunan kawasan pusat pemerintahan kotamadya (civic centre) berupa Gedung Balaikota berikut sebuah taman (kemudian disebut Pieterspark) tepat di lokasi bekas gudang kopi. Melengkapi civic centre ini, kelak dibangun berbagai bangunan publik di sekitar balaikota seperti sekolah, bank, kantor polisi, dan gereja, baik untuk umat Katolik maupun Protestan.
Pada tanggal 13 Februari 1907, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memisahkan Priangan, termasuk Kota Bandung, secara administratif dari Distrik Cirebon. Kota Bandung ditentukan sebagai sebuah stasi baru di Jawa Barat yang dipimpin Pastor J. Timmers dari Cirebon yang sudah 4 tahun menetap di Bandung.
Dalam penyelenggaraan gereja selama 4 tahun berikutnya ternyata jumlah jemaat semakin bertambah hingga mencapai 280 orang pada Perayaan Ekaristi. Saat itu, jumlah umat Katolik di Bandung sendiri telah mencapai 1800 orang. Maka Gereja St. Franciscus Regis pun diperluas karena tidak cukup lagi menampung jemaat yang semakin banyak. Setelah melalui beberapa alternatif dipilihlah sebuah lahan bekas peternakan di sebelah Timur Gereja St. Franciscus Regis, di Merpikaweg (kini jalan Merdeka), sebagai lokasi gereja baru. Perancangnya pun telah terpilih, yaitu Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.
Pembangunan gedung gereja yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Setelah selesai, geraja yang baru itu diberkati oleh Mgr. Luypen pada tanggal 19 Februari 1922, dan dipersembahkan kepada Santo Petrus, yang merupakan nama permandian dariPastor P.J.W. Muller, SJ. Pada hari itu juga, Mgr. Luypen meresmikan dan memberkati Pastoran Santo Petrus, yang saat itu termasuk Vikariat Batavia.
Dari Stasi Menjadi Keuskupan
Empat tahun setelah Gereja St. Petrus didirikan, sebagian dari Vikariat Batavia, termasuk Bandung, dialihkan kepada Ordo Salib Suci. Tiga orang imam Salib Suci yang pertama adalah Prior J.H. Goumans, OSC sebagai misionaris superior (pemimpin misi) di Bandung, M. Nillesen, OSC, dan J. de Rooy, OSC.
Pelayanan di Bandung dikembangkan melalui sekolah, balai kesehatan, rumah sakit, dan rumah yatim piatu. Semakin hari pelayanan di Bandung dan sekitarnya semakin maju dan berkembang, maka pada tahun 1932 karya misi di Bandung dijadikan sebuah Prefektur Apostolik, yang kemudian ditingkatkan lagi menjadi Vikariat Apostolik pada tanggal 11 Februari 1942.
Kabar gembira ini datang di tengah-tengah situasi pecahnya Perang Dunia II yang juga melibatkan daerah kolonial Hindia Belanda. Kegairahan menyambut acara konsekrasi uskup berlangsung dalam bayang-bayang kekhawatiran peperangan, sehingga Mgr. J.H. Goumans dianjurkan berangkat ke Yogyakarta untuk menerima pentahbisan di sana, namun kemudian diperoleh kabar bahwa pentahbisan di Yogyakarta pun tidak dapat dilakukan, apalagi dengan pendudukan Jepang atas Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942.
Di tengah hambatan tersebut, Mgr J.H. Goumans mengabarkan kepada Mgr P. Willekens dan Mgr. A. Soegijapranata agar konsekrasi uskup dapat diadakan di Gereja St. Petrus Bandung pada tanggal 22 April 1942. Rencana ini segera beredar dari mulut ke mulut dan kemudian, walaupun tidak dilakukan dengan perayaan besar dan dokumentasi foto, acara ini tidak mengalami hambatan yang berarti.
Gereja sempat mengalami masa-masa sulit ketika sebagian besar misionaris yang berkebangsaan Belanda harus masuk kamp tawanan Jepang. Mereka dapat kembali bertugas setelah Jepang kalah perang dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Pada suatu hari di tahun 1950, ketika sedang mengajar, Mgr. J.H. Goumans, OSC mendapat serangan jantung dan harus masuk Rumah Sakit St. Borromeus. Karena kesehatannya tidak bertambah baik beliau harus meninggalkan Indonesia. Satu tahun kemudian beliau mohon berhenti sebagai Vikaris Apostolik Bandung, yang dikabulkan oleh Paus Pius XI. Maka, Tahta Suci Roma mengangkat Mgr. P.M. Arntz, OSC Superior yang baru, sebagai Vikaris Apostolik yang menggantikan beliau.
Tanggal 3 Januari 1961 adalah tonggak sejarah baru bagi Gereja Katolik Indonesia, di mana saat itu Vikariat Apostolik Bandung ditingkatkan menjadi Diosis atau Keuskupan. Sejak saat itu, Mgr. P.M. Arntz sungguh-sungguh menjadi Uskup Bandung, tidak lagi ditempeli nama keuskupan lain. Dalam pengangkatannya, sekaligus disebutkan pula katedralnya, yaitu Gereja St. Petrus, Bandung.
Kata ‘katedral’ berasal dari kata ‘cathedra’ (Bahasa Latin: tahta untuk menyebut tahta uskup). Cathedra adalah lambang kewenangan seorang uskup atas diosisnya. Tahta ini diletakkan di suatu gereja yang terpilih sebagai gereja utama dalam suatu diosis, yang kemudian disebut gereja katedral atau katedral saja. Saat ini, Tahta Uskup Bandung diletakkan di dalam panti imam, bersandar di dinding Utara, Gereja Katedral St. Petrus, Bandung.
Pustaka:Buku Kengangan 80 Tahun Gereja Katedral Bandung dan Ziarah Arsitektural Katedral St. Petrus Bandung.
Sebagai Tempat Wisata Arsitektur dan Sejarah
Seperti halnya bangunan tua lainnya di Bandung Gereja Katedal pun merupakan bagian dari cagar budaya yang di lindungi karena nilai sejarah yang tersimpan.
Melihat di negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam bahwa tempat – tempat ibadah tua dan unik di gunakan sebagai tempat pariwisata yang di layak di kunjungi tanpa menggangu fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, sebenarnya Gereja Katedral pun bisa di gunakan seperti demikian tercatat selain Katedral Santo Petrus masih terdapat beberapa tempat Ibadah lainnya yang memiliki potensi wisata religi, budaya, sejarah dan arsiktetura diantaranya Gereja GPIB Bethel, Gereja GKI Taman Cibunut, Gereja GPIB Maranatha, Mesjid Cipaganti dan Vihara Vipassana Graha.
Memasuki ruangan dalam Gereja Katedral dari pintu sayap kanan kita akan di sambut oleh suasana yang sangat hening sampai setiap suara langkah kaki kita bergema ke seluruh ruang gereja.
Hal pertama yang akan kita lihat adalah dereta kursi panjang tempat duduk umat lengkap dengan tempat berlutut,kursi-kursi berbahan kayu jati tersebut sudah ada dari sekitar tahun 1922 ketika masa awal gereja itu di gunakan.
Hal lain yang akan kita lihat adalah Altar dan Tabernakel tempat penyimpanan hosti yang sudah di konsekrasi,salah satu keunikan dari tabernakel yang ada di Katedral Santo Petrus adalah bentuknya seperti replika Basilika Santo Petrus di Vatikan,yang di apit oleh dua patung malaikat berwarna putih menyangga tempat lilin yang hanya di nyalakan pada saat-saat misa khusus seperti misa pontifical bersama Bapak Uskup,misa pekan paskah,misa natal dan misa khusus lainnya.
Di atas tabernakel terdapat mozaik yang menggambarkan peristiwa wafatnya Yesus di kayu salib,Yesus di persembahkan di kenisah dan Yesusu duduk di tahtaNya. Selain di atas tabernakel, di pintu sayap kanan dan kiri pun terdapat mozaik berbentuk bulat yang menggambarkan buku merpati sebagai lambang dari Roh Kudus dan tulisan IHS “Iesus Hominum Salvator” yang berarti Yesus Penyelamat Manusia. Di dinding atas terdapat tulisan besar berisi ayat kitab suci. “Marilah kepadaKu, kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu” yang di ambil dari Matius 11 : 28.
Bagian depan dari bangunan gereja ini di samping pintu masuk utama terdapat beberapa patung orang kudus dalam tradisi Gereja Katolik seperti Santo Petrus,Santo Yusuf,Santo Antonius Padua dan Santo Igantius Loyola.
Di samping kanan terdapat satu ruangan khusus untuk berdoa dan replika dari patung “Pieta” yang berarti duka cita karya Michael Angelo yang aslinya di simpang di Vatikan.
Di sudut kiri terdapat bejana baptis bayi kuno yang terbuat dari marmer putih sekarang bejana baptis tersebut sudah tidak di gunakan lagi,keunikan lainnya di gereja ini masih tersipan Orgel Pipa Lavabre yang masih berfungsi sampai sekarang.
Bagaimana anda tertarik untuk berkunjung?
Gereja Katedral terbuka untuk umum setiap senin sampai sabtu dari Pukul 05.30 – 08.00 menjelang dan setelah misa pagi dan pukul 16.00-20.00 di sore hari.
Untuk hari Minggu gereja di gunakan untuk misa minggu sehingga tidak di buka untuk kunjungan wisata.
Peraturan baru bahwa apabila kita akan berkunjung secara rombongan kita di wajibkan untuk meminta izin dari Pastor Kepala Paroki terlebih dahulu yaitu Pst.Leo Van Beurden OSC melalui sekretariat Paroki.
Sumber : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/10/12/jalan-jalan-heritage-di-gereja-katedral-bandung/
http://www.katedralbandung.org/profil/gereja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar