Sebelum tahun 1935 Batu masih menjadi stasi dari Paroki Kayutangan Malang. Pada bulan September 1935, Uskup Malang Mgr. A.E.G. Albers, O.Carm. mengangkat Rm. E. Woulters, O.Carm. menjadi Pastor Paroki yang pertama di Batu dengan nama pelindung paroki “St. Simon Stock” (Seorang Kudus dari Ordo Karmel). Jumlah umat tercatat lima orang warga Belanda dan empat orang warga Indonesia. Baptisan pertama tercatat pada tanggal 1 September 1935 atas nama Raymundus Ronny usia 11 bulan asal kelahiran Surabaya.
Pada tanggal 25 November 1935 Mgr. A.E.G. Albers, O.Carm. memberkati biara dan sekolah milik suster-suster Sang Timur di Jl. Panglima Sudirman 61 (dahulu bernama Jl. Trunojoyo). Waktu itu gedung sekolah dan gedung gereja belum ada, pada hari biasa biara suster dipakai untuk ruang kelas Sekolah Rakyat Sang Timur dengan Kepala Sekolah Sr. J. Cornelia, P.I.J. dan pada hari minggu dialihfungsikan sebagai Gereja.
Baru pada tahun 1939 gedung Gereja dan Sekolah SRK Sang Timur didirikan di Jl. P. Sudirman 57. Karena itu kesehatan Rm. Woulters, O.Carm. semakin menurun, pada tahun 1940 diangkatlah Rm. L. Henckens, O.Carm. sebagai penggantinya.
Tahun 1944 Rm. L. Henckens, O.Carm. diganti oleh Pastor P. Singgih, O.Carm. (Pastor Militer). Ketika Jepang masuk ke Indonesia (tahun 1942), situasi Gereja sangat menyedihkan. Sekolah Katolik ditutup, kaum wanita, anak-anak, semua pastor berkebangsaan Belanda dan para suster diinternir demi keamanan. Bahkan pada tahun 1945 sempat vacum. Pada tahun 1946 baru mulai aktif lagi dan masih dipimpin Pastor P. Singgih, O.Carm. sampai tahun 1948 dan selanjutnya diganti oleh Pastor B. Djajoes, O.Carm.
Pada tanggal 31 Juli 1948 suster-suster Sang Timur kembali ke Batu untuk memulai babak baru lagi. Sejak tahun 1950 hingga saat ini boleh dikatakan tidak ada hambatan berarti bagi perkembangan Gereja Katolik di Batu.
Dengan semakin meningkatnya jumlah umat Katolik di Batu, maka pada tahun 1983 Rm. PJ. Vollering, O.Carm. selaku Pastor Paroki saat itu menggagas untuk membangun gereja yang lebih luas. Gagasan tersebut disambut dengan baik bahkan menjadi tekad yang bulat dari umat Paroki Batu untuk membangun gereja baru dengan swadaya umat dan bantuan dari banyak donatur.
Keuskupan Malang juga menyambut baik keinginan umat Paroki Batu dengan menyediakan lahan milik Keuskupan Malang seluas 5000 m2 di Jl Ridwan. Maka pada tgl 28 Agustus 1984 dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja Baru yang diketuai oleh Bp. St. Roebiman.
Pada tanggal 27 Oktober 1985, Uskup Malang Mgr. F.X. Hadisumarto, O.Carm. melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan gedung gereja yang baru dan pada tanggal 1 Desember 1985 secara resmi dimulailah pengerjaan proyek pembangunannya. Bangunan yang memiliki luas 1000 m2 itu semula diperkirakan membutuhkan dana Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah) dan akan selesai tahun 1986 atau selambatnya awal tahun 1987.
Dana pembangunan berasal dari swadaya umat Katolik Paroki Batu dan dermawan dari luar Paroki Batu serta dari Keuskupan Malang. Bendahara Keuskupan Malang saat itu Rm. Anton Kristiyanto Gunawan , O.Carm. juga melibatkan diri secara total dalam memberikan sumbangan pemikiran dan dana. Segi artistik-liturgis gereja dirancang oleh Bruder Andreas, O.Carm. dan sebagai pelaksana ditunjuk Sonny Architectural Consultant.
Pada perkembangannya sampai akhir Oktober 1986 pembangunan telah menyerap dana sebesar Rp 125.000.000,00 bahkan sampai terselesaikannya pembangunan biaya mencapai Rp 175.000.000,00. Akhirnya tanggal 13 Juni 1987 Bupati Malang Bp. Abdul Hamid meresmikan gedung gereja yang baru dan tanggal 14 Juni 1987 diberkati oleh Uskup Malang Mgr. F.X. Hadisumarto, O.Carm.
Bersamaan dengan itu bergantilah nama pelindung “St. Simon Stock” menjadi Paroki “Gembala Baik”.
Sekilas Kisah Pembangunan Gereja Gembala Baik
Sejak kehadiran Gereja Katolik di wilayah Kecamatan Batu tahun 1935, jumlah umat terus berkembang. Tahun 1987, jumlah umat Katolik di Paroki Batu berjumlah 3000 jiwa.
Dengan adanya perkembangan dan pertambahan umat tersebut terasa bahwa gereja St. SIMON STOCK sudah tidak memadai lagi sebagai tempat ibadat. Pada hari Minggu, maupun hari-hari raya gerejani seperti Natal dan Paskah, umat nyaris tak tertampung. Sehingga terpaksa berdiri berjubel-jubel sampai di luar pintu gereja.
Gereja St. SIMON STOCK yang terletak di Jalan Panglima Sudirman no. 59 Batu, didirikan pada tahun 1939, dan kapasitas hanya untuk sekitar 250 umat saja. Di samping itu gereja yang terletak di tepi jalan raya itu, karena perkembangan dan kemajuan kota Batu, juga lalu terasa bising dan ramai karena kesibukan lalu-lintas. Sehingga sering kali kekhusyukan umat dalam mengikuti Misa Kudus terganggu.
Mengingat hal-hal di atas, maka pada tahun 1983, mulailah timbul niat dalam hati umat dan Romo P.J. Vollering O’Carm, selaku Pastor Paroki Batu, untuk memikirkan kemungkinan membangun sebuah gedung gereja baru. Sebuah gereja yang lebih besar, luas, serta memadai sebagai tempat beribadat. Jika dapat, gereja baru itu hendaknya terletak agak jauh dari keramaian lalu-lintas.
Pelbagai Pendekatan
Niat yang mula-mula masih berupa gagasan itu, makin hari terasa makin mantap. Sehingga kemudian menjadi tekad yang bulat, dengan dimotori oleh Pastor Paroki, umat Batu bertekad untuk membangun sebuah gereja baru dengan swadaya dari umat.
Untuk itu mulai diadakan pendekatan kepada pelbagai pihak. Terutama kepada Bapak Uskup Malang, Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm, beserta staff. Pihak Keuskupan ternyata menyambut baik keinginan umat Paroki Batu. Kemudian Pihak Keuskupan memberikan tanah seluas 5000 M2 untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan gereja. Tanah milik Keuskupan tersebut terletak di Jalan Ridwan (depan Susteran Karmelites), Desa Ngaglik, Kecamatan Batu.
Setelah kepastian tanah sebagai lokasi gereja didapat maka pada tanggal 5 Agustus 1984 umat mengadakan rapat untuk membentuk kepanitiaan pembangunan gereja baru. Pada tanggal 28 Agustus 1984 terbentuklah Panitia Besar Pembangunan Gereja Baru dengan ketuanya Bapak St. Roebiman. Kemudian karena sakit, Bapak Roebiman terpaksa non-aktif. Panitia lalu lebih intensif mengadakan pembicaraan, perencanaan, dan pengurusan izin guna mewujudkan cita-cita tersebut.
Surat permohonan izin mendirikan gereja kemudian disetujui oleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang, dengan keluarnya Surat Izin Pembangunan Tempat Ibadah, Nomor: 453/512/452.016/85, tertanggal Malang, 5 Maret 1985.
Sedangkan sebagai pelaksana pembangunan diserahkan kepada: Sonny Architectural Consultant Malang.
Meskipun demikian panitia tidak tinggal diam berpeluk tangan. Guna mengawasi kelancaran pembangunan gereja, dibentuk pula tim pengawas lapangan. Selain itu panitia juga tak henti-hentinya mengimbau seluruh umat agar ikut berperan-serta dalam usaha pembangunan gereja itu, dengan memberikan sumbangan keuangan. Untuk itu sejak Oktober 1984 diedarkan amplop sumbangan pembangunan gereja yang berlangsung sampai bulan Mei 1987.
Pelaksanaan Pembangunan
Pada tanggal 27 Oktober 1985, dilakukan upacara peletakan batu pertama oleh Bapak Uskup Malang. Dan pada tanggal 1 Desember 1985 secara resmi dimulailah pengerjaan proyek pembangunannya. Bangunan yang memiliki luas 1000 M2 itu diperkirakan akan membutuhkan biaya Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah), dan diperkirakan selesai pada akhir tahun 1986, atau selambat-lambatnya awal tahun 1987.
Dana pembangunan gereja terutama berasal dari swadaya umat Katolik Paroki Batu. Dalam hal ini sangat menggembirakan partisipasi umat yang selama dua tahun lebih terus menerus memberikan sumbangannya. Suatu hal yang patut dihargai dan menunjukkan kedewasaan umat itu sendiri. Di samping itu besar pula artinya bantuan dana dari Keuskupan Malang, dari para dermawan dari luar paroki Batu, seperti dari Malang, Surabaya, Jakarta dan lain-lain. Kesemuanya itulah yang memungkinkan terwujudnya pembangunan gereja kita.
Perkembangan
Pada permulaan biaya pembangunan sebesar Rp. 100.000.000,- diperkirakan telah mencukupi. Namun pada kenyataannya setelah dilaksanakan, jumlah tersebut masih kurang banyak. Sampai akhir Oktober 1986 telah terpakai biaya sebesar Rp. 125.000.000,-
Ada berbagai hal yang menyebabkan pembengkakan biaya tersebut. Antara lain untuk tambahan biaya pengurugan tanah sebagai lantai gereja, dan lain sebagainya.
Devaluasi rupiah sesuai keputusan Pemerintah, tanggal 12 September 1986, dengan sendirinya juga membawa akibat kenaikan biaya pembangunan disebabkan oleh kenaikan harga material bangunan.
Pelbagai hambatan tersebut sempat membuat kita bertanya, apakah gedung gereja itu akan bisa diselesaikan?
Namun, puji dan syukur kepada Tuhan, sebab Tuhan tetap memberikan jalan bagi penyelesaian rumahNya. Sehingga pembangunan terus bisa berjalan. Dalam hal ini kita sudah seharusnya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada pihak Keuskupan Malang, dan peran serta Romo Anton Kristiyanto Gunawan O.Carm sebagai Bendahara Keuskupan Malang, yang sejak awal perencanaan pembangunan gereja kita, telah melibatkan diri secara total. Dengan sumbangan pemikiran dan bantuan dana, sehingga gereja bisa diselesaikan.
Rasa terima kasih itu juga kita sampaikan kepada Bruder Andreas O’Carm yang merencanakan segi artistik / liturgis gereja. Juga kepada Sonny Architectural Consultant sebagai pelaksana.
Penghargaan dan rasa terima kasih juga sangat layak kita layangkan kepada Romo P.J. Vollering O’Carm, para anggota Panitia Pembangunan Gereja, para dermawan, para penyumbang yang telah memungkinkan terlaksananya pembangunan gereja GEMBALA BAIK.
Kini gedung gereja yang bernilai Rp. 175.000.000,- ini telah tegak berdiri. Meskipun belum selesai seratus persen, namun umat paroki telah bisa menggunakannya sebagai tempat berkomunikasi dengan Tuhan sendiri. Maka dengan penuh rasa syukur sepantasnya apabila kita, umat Paroki GEMBALA BAIK, melambungkan madah dan pujian kepada Tuhan Allah kita.
“Yesus, Gembala Baik, jadikanlah tempat yang kami dirikan ini sebagai rumahMu. Amin.”
Sumber : http://gembalabaik.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar