Pastor Bakker dan Kesehatan
Klinik Melania yang telah ditutup pada zaman Jepang, beliau aktifkan kembali dengan membujuk Yayasan Melania dan Rumah Sakit St Carolus agar mengurus kegiatan pengobatan di sana. Seorang guru pensiunan Bidaracina, Ibu Sudibjo diminta mengelola klinik ini. Di samping itu, pada masa-masa paceklik pangan, melalui berbagai yayasan di luar negeri didatangkanlah bantuan pangan seperti susu bubuk dan bulgur. Namun kondisi perawatan kesehatan pada masa itu masih memprihatinkan. Bapak Yepta Noron yang pada waktu itu masih anak-anak menuturkan, “Pelayanan yang diberikan oleh Melania adalah poliklinik dan rumah bersalin. Yang ada cuma perawat dan mantra. Mantri yang sangat terkenal pada waktu itu adalah Mantri Teing (Sukirman). Kalau kita butuh dokter, biasanya dokter yang dibutuhkan harus dicari dulu di Jakarta.”
Di bidang pendidikan, beliau membangun dan memperluas TK dan SD Strada dengan dibantu oleh Bapak Gregorius Pepe sebagai kepala sekolah (1963-1965). Pak Pepe, sebagai kepala sekolah, lebih sibuk mencari, membeli, menebang dan menggergaji pohon-pohon daripada menangani murid di sekolah. Pastor Bakker membang membutuhkan kayu untuk membangun sekolah, memasang jebatan dan membuat peti mati.
Sebelum didirikan SMP, gedung sekolah Kampung Sawah membuka kelas Nol di tingkat SMP bagi anak yang tidak berhasil lulus di SD Kampung Sawah dan Cakung-Payangan (didirikan tahun 1959 di rumah Pak Saba). Setiap pagi ada pelajaran khusus, lalu mereka makan siang di rumah, mencuci pakaian, membantu di kebun, lalu pukul 16.30 kembali ke sekolah. Inilah Sekolah Penampungan calon siswa SMP. Baru setelah setahun, pada tanggal 1 Agustus 1965 SMP Strada diakui secara resmi.
Pastor Bakker juga berinisiatif memperbaiki jalan pintas antar Pondok Gede – Kampung Sawah lewat Pasar Kecapi. Ia berhasil membangun jembatan-jembatan borok di atas kali-kali kecil sepanjang Jalan Kecapi. Penduduk pun bergabung dalam kerja bakti memperbaiki jalan ini.
Strada Nawar, Bayarannya Sapu Lidi
Tanah tempat berdirinya Strada Nawar, sebelumnya adalah sawah tumpang tindih untuk ditanami padi dan diselingi palawija. Menurut Bapak Felix, tanah tersebut dibeli oleh Pastor Bakker pada tahun 1960 setelah ia menjual harta warisannya di Belanda. Luasnya sekitar 10.000 meter persegi.
Sementara itu sekolah Strada Nawar diawali dengan mendirikan sekolah dasar pada bulan Agustus 1965 di rumah Bapak Taip. SD Strada Nawar dibuka 3 kelas, kelas 1-3. Jumlah anak pada waktu itu 113 anak, 100% beragama Islam. Murid terbanyak berasal dari Pondok Rangon (Ganceng). Sekolah ini baru diberkati tahun 1967. “Pada saat itu ada juga tanggapan negatif dari masyarakat setempat karena guru-gurunya kebanyakan pendatang, “ ungkap Pak Felix.
“Saya tetap semangat untuk mengajar di sana, meski keadaannya sangat memprihatinkan. Saya ingat ucapan Pastor Bakker, ‘Sekolah ini didirikan untuk masyarakat kita di sini. Gunakanlah dan rawatlah sebaik-baiknya.’ Namun karena kondisi pada saat itu sulit, maka selain guru, saya pun harus merangkap jabatan sebagai dukun untuk melayani yang sakit dan menjadi artis pengamen untuk ikut kesenian, penyanyi dangdut, pemain sepakbola, pemain tunil, dan lain-lain. Maklum saja, pada waktu itu, bayaran sekolahnya bukan uang, tapi kadang sapu lidi, buah kelapa, rambutan atau beras setengah liter!” tutur Pak Felix.
Strada Cakung Payangan juga dimulai dengan kondisi yang memprihatinkan. Kegiatan belajar pertama berlangsung di emperan rumah Bapak Saba, hingga mendapatkan tanah seluas 500 meter persegi. Yang menarik adalah batu welas yang digunakan sebagai pondasi bangunan digali oleh warga non Katolik tanpa digaji.
Koperasi Bebek ala Pastor Bakker
Untuk meningkatkan penghasilan umat, Pastor Bakker merintis koperasi bebek. Setiap peminat dapat memperoleh 20 ekor bebek, sebuah kandang dan persediaan pakan. Utang mereka dianggap lunas dengan menyerahkan telur-telur seharga Rp 20,- kepada koperasi, dikurangi Rp1,- untuk transport ke RS St.Carolus dan Rp1,- untuk pengembangan pendidikan. Anggota koperasi yang bersungguh-sungguh akan bisa melunasi hutangnya dalam waktu 8 bulan. Pengelola koperasi Pastor Bakker adalah Bapak Adam Noron. Koperasi ini berhasil meningkatkan kehidupan warga Kampung Sawah. Pastor Bakker juga menangani bidang perkayuan, dengan spesialisasi membuat peti mati yang akan digunakan untuk Yayasan Kematian Santo Yusup.
Dari segi iman, Bapak Marius Mariaatmaja, yang lazim juga disapa Bapak Mario, giat mengajar agama di sekolah-sekolah dan berkeliling di seluruh wilayah paroki. “Pada masa ini, “kenang Bapak Yulius Sastra Noron, “Telah ada kegiatan sembahyangan di kring-kring (lingkungan).”
Bapak Marius, atau biasa dipanggil Bapak Mario juga dikenal terampil menghidupkan kegiatan ekonomi di Kampung Sawah.
“Beliau juga ikut merintis koperasi yang tak hanya diperuntukkan umat Katolik, namun juga umat beragama lain, “ungkap Bapak Yulius Sastra Noron. “Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan adanya peketan, yaitu kegiatan permufakatan yang tidak pandang agama, yang wilayah kegiatannya melingkupi juga wilayah Pedurenan dan Rawa Bacang.”
Tahun 1969 datanglah para suster Ursulin membantu pastor menggembalakan umat Kampung Sawah. Mulai saat itu SMP Strada Kampung Sawah dikepalai oleh suster dari biara Ursulin itu.
(Bersambung)
Sumber : http://www.servatius-kampungsawah.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar