Gereja Santo Antonius dibongkar untuk dibangun gereja megah Santo Servatius
Pembangunan Gereja Megah di Kampung Sawah
Geliat pembangunan mulai dicanangkan. Panitia pembangunan gereja yang diketuai oleh Bapak Yos Mutis bekerja giat. Pencarian dana digalang melibatkan seluruh umat. Orang muda ngamen dari satu paroki ke paroki lain di KAJ. Pastor berkeliling, berkotbah meminta sumbangan. Sebuah acara konser amal digelar dan banyak lagi. Untuk pembangunan gereja didatangkan arsitek hebat yaitu Bapak Gregorius Sidharta. Gereja dibangun bergaya Roman (corak arsitektur yang terkenal pada abad 11-13). Namun, karena iklim Kampung Sawah yang berbeda dengan Eropa, maka ada penyesuaian dalam membuat lubang ventilasi. Jendela-jendela berkaca timah dibuat dengan gambar riwayat hidup Santo Servatius. Pintu tabernakel dan salib gantung besar juga diarsiteki oleh Gregorius Sidharta.
Senin 27 Mei 1996, Gereja Servatius yang masih dibangun harus dipakai untuk upacara requiem. Bapak Yos Mutis, ketua panitia pembangunan gereja, meninggal dunia.
Menarik untuk dicatat, gereja megah Santo Servatius memiliki menara berlantai tujuh. Lantai 6 dan 7 menampung tiga lonceng gereja. Selain itu, pembangunan gereja yang memakan biaya Rp1.300.000.300,00 itu selama proses pembangunannya memakai: 100.000 buah batu bata, 450 kubik pasir beton, 200 ton atau 4.000 kantong semen, 90 kubik beton ready mix, 61 ton besi beton, 50 ton baja, 3.150 kilo paku, batu dan sekrup, 1.150 meter persegi genteng Jepang, 23 kubik kayu jati, 400 meter persegi batu alam temple, 1.100 meter persegi keramik, 350 meter persegi granit, 3.700 meter kabel listrik.
Salib di bagian atas panti imam dibuat oleh arsitek terkenal Gregorius Sidharta
Dua stasi di Selatan Kampung Sawah
Kampung Sawah memiliki 2 stasi yang juga menjadi wilayah pelayanannya, yaitu Stasi Cakung Payangan dan Stasi Kranggan. Stasi Cakung Payangan atau Wilayah Ignatius, pertama kali “diresmikan” 11 September 1996 lewat pemilihan ketua lingkungan, yang pada waktu itu masih terdiri dari 1 lingkungan. Menurut Pak Ignatius Bejo, “Kegiatannya meliputi arisan, koor ibu-ibu dan belajar kitab suci bersama Pak Sutrisno.” Perlu diketahui, bahwa Pak Sutrisno inilah yang diminta Romo Kurris untuk membentuk lingkungan di Cakung Payangan. Data terakhir (2004), stasi yang telah memiliki kapel ini memiliki 5 lingkungan dan 608 umat.
Sementara itu, Stasi Kranggan atau Wilayah Andreas, semula terdiri dari 5 lingkungan. Umat di wilayah ini sebetulnya pernah memiliki “kapel” untuk beribadat setiap hari Minggu. Namun, pada tahun 2003, terjadi “pengusiran secara paksa” dari masyarakat sekitar akibat isu-isu yang tidak dapat dipertangungjawabkan. Data terakhir (2004), Stasi Kranggan memiliki 8 lingkungan dan 953 umat. Kini tengah mengumpulkan dana untuk membangun paroki baru, Paroki Stanislaus.
Perkerabatan Santo Servatius
Sejarah Gereja Kampung Sawah adalah sejarah umat katolik Betawi Kampung Sawah. Romo Kurris ingin mengedepankan hal ini. Maka pada tanggal 13 Mei 1996, di hari peringatan Santo Servatus, enam pria dan enam wanita tampil ke depan altara di gereja darurat dilantik menjadi anggota Perkerabatan Santo Servatius. Kedua belas babe dan enya itu dipilih dari antara penduduk stempat yang aktif di tengah umat Katolik Kampung Sawah. Mereka adalah Gregorius Pepe, Maria Baiin Adam Noron, Sulaiman Kadiman, EsterKaiin Pepe, Johanes Surachmat Kaiin, SabinaSupinah Kadiman Tjiploen, Johanes Pepe, Johana Djaim Halim, Frans Napiun, Johana Nasiran Kapniel Oyan, Yosef Ismael Niman dan Elisabet Kaiin Kuding.
Perkerabatan St Servatius bersama Romo Hadi dan Romo Kuris
Pembentukan perkerabatan Santo Servatius merupakan penghidupan kembali dari suatu tradisi kuno dalam Gereja Katolik yang dalam ekspresi imannya yang suka menampilkan bentuk-bentuk lahiriah untuk nilai-nilai spiritual.
Bagi para babe, busana seragam bercorak Betawi terdiri dari celana komprang hitam, baju sadaria putih, sarung merah dan peci hitam yang dihiasi cap Servatius. Para enyak memakai sarung batik Pekalongan, kebaya putih dan kerudung dengan cap yang sama seperti para pria. Semua anggota memakai sepotong mantel hitam. Pesta pelantikan dimeriahkan oleh Korps Musik Tanjidor.
Kedatangan Relikwi Santo Servatius
Tanggal 30 September 1996, relikwi Santo Servatius, yaitu sepotong tulangnya dari abad keempat dibawa dari gereja induk Santo Servatius di Maastrich, Belanda. Perjalanan relikwi dari Belanda sempat terhambat, dicurigai, dan mengalami pelbagai kendala lain di bandara Jakarta. Namun, akhirnya Tuhan membimbing umat Kampung Sawah. Akhirnya, sampailah relikwi di Kampung Sawah. Kedatangannya disambut oleh seluruh warga paroki sepanjang jalan menuju gereja dengan nyanyian dan letupan mercon.
Dikawal oleh Perkerabatan Santo Servatius berseragam lengkap, paduan suara, tanjidor, relikwi diarak dengan mobil terbuka menuju gereja diiringi dentangan lonceng, nyanyian dan gamelan. Sesampai di gereja, relikwi ditempatkan di tempat khusus. Sejak saat itu, umat Paroki Kampung Sawah setiap tahun, pada tanggal 30 September, memperingati kedatangan relikikwi Santo Servatius dengan melakukan prosesi hening keliling kampung.
Relikwi Santo Servatius bersama relikwi santo-santo lain diletakkan di sisi selatan gedung gereja
Pemberkatan Gereja Santo Servatius
Peristiwa bersejarah itu terjadilah. Tanggal 6 Oktober 1996, Uskup Agung Jakarta, Monsigneur Yulius Kardinal Darmaatmadja, S.J datang memberi berkat untuk Gereja Santo Servatius yang baru sekaligus memberi berkat bagi umat paroki yang sudah berusia satu abad. Tentu saja peristiwa itu diperingati besar-besaran oleh 4.294 orang umat paroki dan tamu dengan perayaan ekaristi agung, pesta rakyat dan Wayang Kulit Betawi semalam suntuk!
Romo Kurris, Babe Pembangunan itu pun Pamit
Umat Kampung Sawah terus berkembang pesat. Dalam suasana itu, Romo Hadiwidjoyo meninggalkan Kampung Sawah untuk bertugas di Paroki Bojong Indah. Hal itu mengingatkan umat akan sebuah peristiwa perjalanan pastor bersama tiga orang mudika ke Timor Timur dengan mengendarai sepeda motor guna mewartakan kabar sukacita akan eksistensi umat Katolik Betawi kepada saudara-saudara seiman di seluruh Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Timor Timur. Penggantinya adalah Pastor Cipto Suwarno, S.J yang sempat bertugas selama 7 bulan dan Frater Gregorius Laststendy Pamungkas, S.J yang tak lama kemudian ditahbiskan menjadi pastor. Bersama Pastor Kurris, beliau bahu-membahu membangun umat.
Tak lama kemudian sebuah aula diresmikan. Gedung serbaguna yang dapat menampung segala kegiatan umat. Romo Kurris merasa, selesailah tugas pembangunannya. Paroki Kampung Sawah kini memiki gereja yang megah. Perkembangannya pun pesat. Paroki saat itu dibagi menjadi 7 wilayah dan 46 lingkungan. Di sekitar paroki juga telah tumbuh 2 TK Strada 3 SD Strada, 2 SLTP Strada dan 1 SMU Pangudi Luhur.
Tahun 2002, Pastor Kurris pergi meninggalkan Kampung Sawah menuju Tarutung, Sumatra Utara. Umat mengiringi kepergian “babe pembangunan” dengan kesedihan sekaligus kebanggaan. Romo Kurris pamit kepada 6.464 umatnya.
Elang[22] besar isinya manggis
Dijual delapan, tinggal tempatnya.
Emang besar, jasanya Romo Kurris
Semoga Tuhan yang membalasnya[23]
Sumber : http://www.servatius-kampungsawah.org/
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar