Sabtu, 18 Agustus 2012

Sejarah Gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi

Dalam konteks perjalanan pewartaan dan penyebaran benih iman, misi Katholik di kabupaten Grobogan Purwodadi dimulai ± 1930. Dalam sejarah misi para imam MSF, tanah Purwodadi sebagai daerah misi sejak pendudukan Jepang. Secara lebih sistematis, penyebaran itu dirintis tahun 1950-an oleh Rm. Soetapanitra, SJ. Dalam catatan sejarah paroki Gedangan, Tahun 1948-1963, Rm. Soetapanitra menjadi pastor pembantu paroki Gedangan. Dalam selang waktu itu, Rm. Soetapanitra melakukan kunjungan pastoral ke daerah Grobogan. Kunjungan inilah yang menandai awal penanaman benih iman di tanah Grobogan.

Purwodadi sebagai Stasi dari Paroki St. Yusuf Gedangan.
Pada 1930-an di daerah Purwodadi telah diupayakan kemungkinan membuka sebuah sekolah Katholik. Usaha ini kurang berjalan dengan baik karena tokohnya pak Besut dipindahtugaskan di daerah Yogyakarta. Tahun 1941/1952 Rm. Kanjeng Soegijapranata, SJ melihat adanya perkembangan umat Katholik di Grobogan yang pada waktu itu sudah ada delapan orang yang beragama Katholik. Pada 1953, daerah Purwodadi-Grobogan memperoleh guru-guru dari Colege St. Yosef Ambarawa. Mereka disebar ke pelosok-pelosok yang masih sulit dijangkau oleh kendaraan. Karena luasnya daerah pastoral di daerah Purwodadi-Grobogan, Rm.Soetapanitra, SJ menyerahkan daerah ini pada para rama dari kongrgasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF ).

Purwodadi sebagai stasi paroki St. Yohanes Penginjil Kudus (1957-1967)
Mulai 1957, daerah Purwodadi menjadi stasi dari Paroki St. Yohanes Penginjil Kudus. Sebagai bagian dari paroki Kudus, stasi Purwodadi sendiri terdiri dari lingkungan Wirosari, Gundih, dan Godong. Menjelang perayaan Natal 1957, didirikan suatu paguyupan Rukun Katholik. Pada bulan Juli 1958 berdiri SMP Rukun Katholik yang kemudian menjadi SMP Yos Sudarso. Pada 1963-1966 ketika partai komunis mulai mempropagandakan ajarannya dan ingin menguasai daerah Purwodadi, umat mengantisipasi kekuatan PKI (1965), umat membentuk satu peleton Pasukan Garuda Pancasila. Bekerjasama dengan Gereja Kristen Jawa, umat membantu pemerintah dalam menumpas PKI. Di Purwodadi antara tahun 1966-1968, terbentuklah paguyuban Warga Minulya, suatu paguyuban ketoprak dan kelompok Laras Madya, suatu kelompok kentrung, slawatan. Bersama itu juga terbentuklah satuan Katekis Amatir yang dipelopori oleh Rm. PC. Yoedodiharjo, MSF dan dilanjutkan oleh Rm. Hastowijoyo, MSF.

Pada 1967-1968, banyak orang Katholik yang menjabat di pemerintahan ikut serta mengembangkan pembangunan hidup menggereja, namun ada beberapa yang menghalangi perkembangan gereja. Usaha umat untuk mendirikan bangunan Gereja pada 1967 mulai menampakkan hasilnya yang nyata. Sebuah tanah bekas Asisten Residen yang berada di utara alun-alun Purwodadi resmi menjadi tanah untuk Gereja Katholik. Banyak tantangan dalam mendirikan sebuah bangunan Gereja ini. Namun berkat kelincahan dari umat dan Pastor paroki, akhirnya semua rintangan dapat diatasi. Letak tanah seluas 100 × 80 m yang di ajukan paroki diubah oleh team yang dibentuk oleh Gubernur Munadi menjadi 80m memanjang ke timur dan 80 m memanjang ke selatan. Selama membangun itulah umat mengadakan novena tiga kali berturut-turut mohon perlindungan dan limpahan berkat dari Hati Yesus Yang Maha Kudus. Pada hari yang ke duapuluh dua, permohonan itu ternyata dikabulkan. Untuk menunjukkan rasa syukur atas terkabulnya permohonan berkat Hati Yesus Yang Maha Kudus, maka nama itu pulalah yang di gunakan sebagai nama paroki dan pelindung paroki Purwodadi.

Purwodadi sebagai paroki (1968-sekarang)
Perkembangan selanjutnya diwarnai oleh pendidikan sekolah Katholik. Sekolah Katholik selain mengemban tugas mendidik anak-anak dan mencerdaskannya, juga mengemban misi menghadirkan Kristus di tengah masyarakat. Perkembangan baptisan sangat sIgnifikan terjadi pada akhir 1966-970-an. Perkembangan ini dikarenakan terjadinya pembabtisan para tokoh kunci seperti lurah, carik, kasus yang membuat dampak bawahannya juga mengikuti atasannya untuk dibaptis. Perkembangan tahun-tahun selanjutnya tidak lagi mengesankan. Dari data yang terhimpun dalam sensus umat Katholik 1991, umat Katholik berjumlah 2.296 jiwa. Jumlah ini tersebar di lima wilayah dan 15 stasi. Jumlah ini berlainan dengan data statistic pemerintah 1989 yang menyebutkan jumlah umat Katholik 4.377 jiwa.

Perkembangan umat diwarnai pula dengan adanya pembagian wilayah baru antara paroki Purwodadi dan Paroki Sendangguwo. Perkembangan selanjutnya mengandalkan baptisan bayi yang biasanya dilakukan minggu ketiga setiap bulan atau ada kesempatan di stasi-stasi serta baptisan dewasa setiap Natal dan Paskah. Dalam perkembangannya terkhir ini, angka kematian relative banyak mengingat kebanyakan umat yang masih tinggal di wilayah dan stasi-stasi adalah orang yang sudah lanjut usia. Sedangkan generasi mudanya pindah ke kota karena studi dan pekerjaan.

Perkembangan karya kerasulan di Paroki Purwodadi juga semakin hidup seiring dengan pembangunan fisik Gereja. Sebagaimana di jabarkan dalam cita-cita Gereja Purwodadi pada 1991, Gereja Purwodadi mau mengikuti cita-cita keuskupan agung Semarang yang ingin menuju pada umat Allah yang beriman, mendalam, dewasa, misionerdan beriman masyarakat.

Selanjutnya paroki Purwodadi lebih berkutat pada segi kemandirian. Kemandirian dalam ketenagaan dapat dikatakan cukup baik sedangkan kemandirian keuangan masih dalam proses. Dalam keterbatasan tersebut,di paroki sudah berkembang paguyuban-paguyuban yang menggairahkan hidup menggereja. Tanggal 6 Oktober 1993 telah diusahakan perubahan status tanah dari hak guna bangunan menjadi hak milik. Usaha ini untuk mengantisipasi dari kebutuhan pengembangan sarana peribadatan yang sangat di butuhkan umat. Kini dari empatbelas stasi yang ada di paroki Purwodadi, 13 stasi telah memiliki tempat ibadat sendiri atau kapel. Stasi Karangrayung yang selama ini belum memliki Kapel, umat hanya mengandalkan rumah umat untuk mengadakan misa syukur atau peribadatan.

Sumber : http://historiadomus.multiply.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar