Sabtu, 10 Maret 2012

Sejarah Paroki Regina Caeli Pantai Indah Kapuk

Ketika hendak membentangkan sejarah Gereja Regina Celi, Pantai Indah Kapuk, benang merahnya tidak bisa tidak harus ditarik dari sejarah dan perkembangan Paroki Stella Maris, Pluit yang tahun depan akan memasuki usia 30 tahun. Data statistik pertumbuhan umat menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah umat Paroki Stella Maris, Pluit terus meningkat. Perkembangan tersebut tidak hanya nampak pada angka-angka (kuantitas belaka) tetapi juga para aktivitas iman umat yang luar biasa. Indikatornya, Gereja hampir selalu penuh pada setiap perayaan ekaristi, padahal misa hari sabtu dan minggu diadakan enam kali. Kegiatan seksi-seksi dan kelompok-kelompok kategorial juga begitu padat. Komplek Gereja ini tiada sepinya dari hari ke hari karena ada begitu banyak komunitas yang mengadakan berbagai kegiatan disini. Tidak hanya itu, beragam pula pelayanan sosial kemanusiaan yang diberikan oleh umat paroki ini kepada masyarakat sekitarnya.

Perkembangan yang demikian pesat itu tidak terjadi begitu saja. Hal ini dapat ditelusuri dalam sejarah perjalanannya. Komunitas umat beriman yang kini kita kenal sebagai Paroki Stella Maris berawal dari tahun 1964 pada masa kegembalaan Mgr. Adrianus Djajasepoetra SJ (kini alm) sebagai Uskup Agung Jakarta saat itu. Sang Gembala secara resmi mengeluarkan Surat Kuasa Pembentukan Yayasan Pengurus Gereja dan Dana Papa R.K. Gereja Djembatan Tiga Djakarta, pada 11 Pebruari 1964. dibawah registrasi No. 55/b5-2/64, Surat Kuasa ini mengangkat Pastor Fransiskus Indrakarjana SJ sebagai ketua merangkap bendahara Yayasan, didampingi Pastor Marinus Oei Goan Tjiang SJ sebagai sekretaris, dan Todo Taddeus serta Raden Nikolaus Subandirahardjo sebagai anggota. Akte bawah tangan ini, yang ditandatangani sendiri oleh Mgr Djajasepoetra, memberikan kuasa kepada pengurus untuk mulai mengembangkan umat dan Gereja di wilayah ini sambil mengelola dana papa secara tepat.

Tahun itu juga berdiri sebuah Gereja baru di Jl. Jembatan III No. 15 dengan nama Gereja Sang Penebus. Mgr Djajasepoetra yang meresmikan Gereja itu mengangkat Pastor Karl Staudinger SJ – Imam kelahiran Linz, Australia sebagai kepala paroki pertama. Misionaris ini melayani Paroki Sang Penebus hingga tahun 1974. Pastor Karl kemudian diganti oleh Pastor Marto Sudjito SJ yang menjadi pastor Yesuit terakhir memegang paroki ini hingga tahun 1975.

Pelayanan Imam-imam Xaverian

Lalu, sekitar Juni 1974, Mgr. Leo Soekoto SJ mengajak Serikat Xaverian (SX) yang pada saat itu berkarya di Padang – Sumatera Barat untuk menggembalakan umat Paroki Sang Penebus. Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 April 1975, tongkat estafet itu akhirnya diserahkan oleh Ordo Yesuit kepada imam-imam SX. Serikat Xaverian mengutus Pastor Vincenzo Salis SX sebagai kepala paroki pertama dan dibantu oleh Pastor Angelo Cappannini SX.

Baru sebulan tongkat estafet itu berjalan, Badan Pelaksana Otorita DKI meminta paroki memindahkan gereja karena lokasi tersebut terkena perluasan gardu induk PLN dan pelebaran jalan. Sebagai gantinya, paroki diberikan sebidang tanah seluas 4.704 m2 di daerah Teluk Gong. Lokasi pengganti ini ternyata tidak terlalu strategis dan rawan banjir. Itulah sebabnya dewan paroki sepakat membangun gereja baru di daerah Pluit, tentunya atas persetujuan Uskup.

Pada tanggal 22 Agustus 1975, terbentuklah Panitia Pembangunan Gereja untuk mempersiapkan gedung baru. Peletakan batu pertama untuk pembangunannya berlangsung 27 Juni 1976 diatas tanah seluas 2.775 m2 dengan nama baru, Gereja Stella Maris. Nama Stella Maris (Bintang Laut) – salah satu gelar Bunda Maria – dipilih dimaksudkan agar Bunda Maria sendiri menjadi bintang penunjuk jalan bagi setiap umat beriman. Pembangunan gereja tersebut berjalan lancar dan akhirnya diresmikan oleh Mgr. Leo Soekoto pada tanggal 31 Juli 1977. Hari inilah yang dikenang sebagai hari lahirnya Gereja Stella Maris.

Pertumbuhan Umat

Perkembangan selanjutnya menunjukkan hasil yang menggembirakan pertumbuhan umat meningkat cukup berarti. Tercatat jumlah umat pada tahun 1980 sudah 1000 KK atau sekitar 4.000 jiwa yang tersebar dalam 27 lingkungan dan enam wilayah. Jumlah ini terus bertambah; hingga pada tahun 1982 tercatat 1.385 KK atau 4.846 jiwa dan pada akhir tahun 1984 jumlah itu bertambah lagi menjadi 1.557 KK atau 5.782 jiwa yang tersebar di 32 lingkungan dan enam wilayah. Perkembangan yang menggembirakan ini tidak terlepas dari peran pastor-pastor Xaverian. Salah satu pastor yang paling lama dan berkesan dihati umat adalah Pastor Ermanno Santandrea SX yang berkarya di sana sejak 15 April 1980 hingga tahun 1994.

Pada masa pastoralnya, Pastor Santandrea telah membangun sarana dan prasarana yang dapat kita saksikan sekarang ini. Antara lain realisasi pembelian sebidang tanah seluas 600m2 untuk pembangunan Rumah Mini bagi orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal. Proyek Rumah Mini ini diresmikan pada atnggal 16 Juli 1983 oleh Mgr. Leo Soekoto. Tahap berikutnya paroki juga mencanangkan pembangunan Rumah Mini tahap kedua yang dikhususkan untuk panti jompo. Seiring dengan kebutuhan umat pada tanggal 3 April 1984, Paroki Stella Maris giat membangun Gedung Sekolah TK dan SD Stella Maris di Teluk Gong. Peresmiannya berlangsung pada 3 Juni 1985. kemudian disusul pembangunan gedung SLTP dan SMU Stella Maris. Seluruh pengelolaan sekolah ini kemudian dilepaskan ketika Stasi Teluk Gong berdiri sendiri sebagai paroki.

Berkat semangat Pastor Santandrea dan keterlibatan umat yang cukup besar, paroki ini terus berkembang. Seksi Sosial Paroki yang menjadi tulang punggung penggerak kegiatan social gereja Stella Maris semakin mengepakkan sayapnya dengan berbagai rencana pengembangan hidup ekonomi umat melalui bantuan-bantuan dana antara lain berupa beasiswa penuh untuk anak-anak tidak mampu, bantuan untuk fakir miskin, bantuan karitatif lain termasuk sumbangan kebakaran. Sekedar catatan, di era itu setidaknya telah terjadi dua kali umat mengalami musibah kebakaran yaiu di Muara Baru – Luar Batang pada tanggal 11 mei 1981 dan kelurahan Penjaringan pada tanggal 30 Juni 1984. Musibah ini menimpa banyak warga katolik lingkungan Santo Yosef Wilayah III.

Dalam kehidupan beriman, sisi mutu dan jumlah umat berjalan seiring. Jumlah wilayah bertambah dari enam wilayah pada tahun 1984 menjadi delapan Paroki wilayah pada tahun 1985 dengan 34 lingkungan dimana tersebar 1.648 KK atau 5.887 jiwa.

Aktivitas rohani di lingkungan juga semakin hidup muali dari latihan koor, pendalaman iman, sharing kitab suci, doa rosario, misa lingkungan dan lain-lain. Dengan banyaknya kegiatan lingkungan, wilayah-wilayah itu pun membutuhkan gedung tersendiri untuk berbagai kegiatan mereka. Maka, tidak heran dalam perkembangan selanjutnya hampir semua wilayah mempunyai gedung pertemuan masing-masing. Pada tahun 1988 kedelapan wilayah itu memiliki 42 lingkungan dengan jumlah umat 2.076 KK atau 6.764 jiwa.

Dalam sebuah rapat Dewan Inti, Pebruari 1989 disepakati pembelian sebuah rumah di depan gereja Stella Maris dengan luas tanah 810m2. Gedung ini dipakai untuk pastoran. Saat ini, gedung tersebut telah beralih fungsi menjadi Gedung Pastoral.

Beralih ke Tarekat MSC

Era pelayanan Pastor Santandrea dengan delan imam SX dating silih berganti sebagai pastor pembantu pun berakhir. Pada 2 Januari 1994 Serikat Xaverian secara resmi menarik diri dari karya pastoral di Paroki Stella Maris. Penarikan diri ini setelah menjalani masa transisi pastoral yang dipegang oleh Pastor Philipus Indra Pr, Pastor Alex Dirdjo SJ, dan Pastor Petrus Mclaughin OMI. Sejak itu pula pelayanan pastoral paroki diserahterimakan kepada tarekat MSC. Pastor Lambertus Somar MSC, yang kala itu baru saja menyelesaikan karya pastoral selama 10 tahun di kepulauan Fiji, Pasifik Selatan, ditunjuk oleh Tarekat MSC menjadi Pastor Kepala di paroki ini. Pastor Somar dibantu oleh Pastor Firmus Batlyol MSC yang berkarya di paroki ini sejak September 1995.

Kehadiran MSC dengan semangat (spiritualitas) Cinta Hati Kudus Yesus-nya semakin mewarnai kehidupan iman dan devosi umat paroki ini. Masa-masa awal pelayanan MSC di paroki ini ditandai dengan sebuah upacara pentahbisan imamat Fr. Antonius Dwi Rahadi MSC dan pentahbisan Fr. Y. Wahyu Hersanto MSC pada tanggal 17 April 1996 di Gereja Stella Maris. Perayaan pentahbisan yang pertama kali dalam sejarah umat paroki Stella Maris dipimpin oleh Uskup Amboina Mgr. Andreas Sol MSC dengan dihadiri puluhan konfrater MSC. Perayaan ini disambut sangat antusias oleh umat sampai harus mengikuti misa melalui TV karena jumlah umat yang tak tertampung lagi.

Pastor Firmus pada 20 Juli 1997 kemudian diangkat menjadi Kepala Paroki menggantikan Pastor Somar. Penggantian tersebut melalui Surat Keputusan Uskup Agung Jakarta Kardinal Julius Darmaatmadja SJ. Dalam keputusan tersebut sekaligus menunjuk Pastor Somar sebagai pastor pembantu di paroki ini.

Pada tanggal 1 Juni 1997, Tarekat MSC mengutus Pastor Aloysius Ho Tombokan MSC untuk ikut memperkuat tim pelayanan pastoral di paroki ini. Lalu pada tahun 2003 Pastor Firmus selaku kepala paroki digantikan oleh Pastor Matheus Yatno Yuwono MSC. Pelayanan Pastor Yatno tidak berlangsung lama, karena oleh tarekatnya Pastor Yatno pada tahun 2005 dipercayakan menjadi Superior MSC Daerah Jakarta. Maka sebagai penggantinya diangkatlah Pastor J.S. Sukmana MSC yang menggembalakan umat Pluit hingga sekarang in. pastor Sukmono dibantu oleh Pastor Jan Van de Made MSC dan Pastor John Lefteuw MSC.

Amat terasa bahwa perkembangan Paroki Stella Maris hingga kini sungguh pesat. Saat ini jumlah KK telah mencapai sekitar 2500 atau lebih dari 8400 orang umat. Pertumbuhan yang demikian pesat itu di satu sisi memang menjadi kebanggan paroki ini, tapi serentak juga muncul “masalah” terbatasnya sarana ibadah. Gereja yang dulu mungkin cukup memadai sekarang terasa sempit. Kenyamanan dan kekusukan berdoa menjadi terganggu, karena tidak tersedianya tempat duduk yang cukup. Bahkan pada perayaan-perayaan besar seperti Paskah dan Natal sebagian umat “terpaksa” mengikuti misa bukan saja lewat monitor besar di aula tetapi juga melalui monitor televise yang tersebar dihalaman Gereja. Mengatasi masalah ini tidaklah mudah seperti membalikkan tangan. Membangun gereja baru? Itu juga bukan perkara gampang Gereja Regina Caeli pun Lahir.

Dalam keadaan demikian Tuhan tidak berpangku tangan. Ia mendengar dan mengabulkan kerinduan hati umatnya dengan cara yang tak terduga. Itulah babak selanjutnya perjalanan paroki ini yakni dengan dibangunnya gereja baru yang bisa menampung kurang-lebih 1000 umat di kompleks Pantai Indah Kapuk, Wilayah VII.

Kisah lahirnya Gereja Regina caeli ini terbilang unik dan penuh misteri. Sejak tersedianya lokasi (tanah), proses perizinan hingga pengumpulan dana pembangunannya penuh dengan kejutan. Bahkan seringkali tak terduga sama sekali. Soal lahan (tanah) pembangunan gereja seluas 6.868 m2 misalnya, diberikan secara Cuma-Cuma (hibah murni) oleh Developer PT Mandara Permai kepada umat Paroki Stella Maris. Kalau harus membeli sendiri tanah seluas itu yang terletak di lokasi strategis pula, bisa dibayangkan berapa miliar rupiah harus disiapkan oleh paroki ini. Begitulah Tuhan berkarya.

Proses awal sebelum tanah ini dihibah pun bermula dari hal kecil dan sederhana. F.X. Subianto, salah seorang umat Paroki Pluit di lingkungan tempat tinggalnya Pinisi Permai, Pantai Indah Kapuk dipercaya oleh warga oleh warga sebagai ketua RT. Sebagai ketua RT 06 pada tanggal 10 Juni Tahun 2000, ia diundang rapat oleh Lurah Kapuk Muara dan Manajemen PT. Mandara Permai. Rapat tersebut antara lain dihadiri pula Ir. Budi Nurwono selaku Direktur Utama PT. Mandara Permai dan Ir. Wijaya Samsir selaku Kabag Perencanaan. Pada saat istirahat sekitar pukul 12.00, Subianto, Wijaya dan Budi yang sudah lama saling kenal bersenda gurau.

Dalam buku harian subianto tercatat rekam gurauan mereka siang itu. Dengan nada bercanda Subianto menanyakan fasilitas rumah ibadat (gereja) di kompleks perumahan Pantai Indah Kapuk yang belum tersedia. Pertanyaan bernada bercanda itu ternyata mendapat tanggapan positif dari Budi Nurwono. Singkat cerita tanah bisa dihibahkan asal gereja mampu membangun gedung yang bagus agar sejalan dengan rumah-rumah di sekitarnya.

Starting Point

Tak dinyana, bincang-bincang lepas itu ternyata menjadi momentum untuk starting point sebuah karya besar umat Paroki Stella Maris pada hari-hari selanjutnya. Akankah hal ini menjadi solusi untuk kesulitan paroki selama bertahun-tahun? Optimisme tentu ada meski masih samara-samar, masih ada keraguan. Apakah pihak pengembang benar-benar akan menghibahkan Dewan tanahnya kepada gereja? Kalaupun benar apakah luasnya cukup untuk membangun gereja dan fasilitas-fasilitasnya? Kalau pun tanah tersebut tersedia, apakah paroki dan keuskupan akan mendukung? Pertanyaan lain, darimana sumber dana pembangunannya nanti? Bagaimana pula dengan perizinan, dan masih banyak pertanyaan lain yang menguatkan keraguan.

Namun perkembangan selanjutnya amat menggembirakan. Satu per satu pertanyaan itu terjawab, dan seringkali jawabannya mengejutkan dan tak terduga. Dalam dialog dengan pihak pengembang, tanah yang diberikan cukup memadai seluas 6868m2. cukup untuk membangun gereja, pastoran, aula dan lahan parkir.

Mendengar informasi tersebut, Pastor Kepala Paroki Pluit, saat itu P. Firmus Batlyol MSC pun sangat antusias. Dukungan yang sama juga datang dari Pastor Lambertus Somar MSC. Selanjutnya berbagai langkah formal dilakukan. Yang pertama dilakukan yakni mengurus permohonan resmi kepada manajemen PT. Mandara Permai yang berisi antara lain keseriusan paroki Stella Maris menerima hibah tersebut termasuk bersedia untuk membangun gereja di lokasi tersebut. Kedua, mengajukan surat permohonan minta persetujuan dari bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja, Sj. Tanpa hambatan berarti berbagai proses berjalan lancar. Bahkan, Kardinal berpendapat agar dalam surat menyurat, Pantai Indah Kapuk menjadi Paroki baru, dengan susunan anggota sementara dijabat oleh Dewan Paroki Stella Maris. Hal ini dimaksudkan agar di kemudian hari bila Pantai Indah Kapuk sudah siap menjadi paroki baru, maka tidak perlu lagi mengurus surat-surat yang selain merepotkan juga tentu membutuhkan dana lagi.

Pastor John Lefteuw MSC yang diminta mencarikan nama pelindung bagi Gereja baru ini memilih Regina Caeli atau “Ratu Surgawi”. Ini salah satu gelar Bunda Maria. Demi keabsahan rencana pembangunan gereja ini, Bapak Kardinal telah menerbitkan surat-surat antara lain :

* Surat Pernyataan Berdirinya Pengurus Gereja dan Dana Papa Roma Katolik Gereja Regina Caeli-Pantai Indah Kapuk -Jakarta Utara. Surat tersebut bernomor "0042/3.25.2/2004" tanggal 3 Februari 2004.

* Surat Susunan Anggota Pengurus Gereja dan Dana Papa Roma Katolik Regina Caeli-Pantai Indah Kapuk-Jakarta Utara. Surat ini berlaku mulai tanggal 3 Februari 2004 sampai dengan tanggal 27 Januari 2005.

* Surat kuasa No.0043/3/4/42004-Surat yang member kuasa kepada pastor Matheus Yatno Yuwono, MSC (menggantikan P. Firmus Batlyol MSC) selaku pastor kepala Paroki dan Ketua Dewan Paroki – untuk bertindak atas nama Keuskupan Agung Jakarta, membuat dan manandatangani Akte Notaris pernyataan pendirian Pengurus Gereja dan Dana Papa Roma Katolik Gereja Regina Caeli, Pantai Indah Kapuk.

Berdasarkan surat-surat tersebut dibuatlah Akte Notaris Pendirian PGDP/Gereja Regina Caeli – Pantai Indah Kapuk. Akte Notaris tersebut tertanggal 1 Maret 2004 No.1 yang dibuat di hadapan Notaris Milly Karmila Sareal, SH.

Permohonan IMB Gereja Regina Caeli diajukan pada pertengahan tahun 2002 dan diterbitkan pada Desember tahun 2003 Surat Izin Mendirikan Bangunan berdasarkan keputusan Gubernur :00366/IMB/2004. Pada tanggal 15 Pebruari 2004, dengan bantuan umat Stella Maris dan para donator, peletakan batu pertama dan tiang pancang dapat dilakukan dengan – tak lupa – mensyukuri dalam suatu perayaan ekaristi. Setelah dibangun selama 2 tahun maka tanggal 11 Juni 2006 Gereja Regina Caeli diresmikan.

Setelah gereja diresmikan dibentuklah Pengelola Sementara Gereja Regina Caeli yang diketuai F.X. Subianto, selaku wakil dari Dewan Paroki Pluit yang ditugasi sebagai pelaksana pengelola Gereja Regina Caeli. Tugas Pengelola sementara ini berakhir pada saat terbentuknya Dewan Stasi Pantai Indah Kapuk.

Stasi Regina Caeli Menuju Paroki

Pada tanggal 17 Januari 2007, atas inisiatif Romo Andreas Gunawan MSC selaku Pastor kepala Paroki Stella Maris, diadakan pemilihan Dewan Stasi Pantai Indah Kapuk, Gereja Regina Caeli di Ruang Serba Guna Regina Caeli. Hadir dalam pemilihan itu seluruh pengurus wilayah dan lingkungan di wilayah VII Maximillian Kolbe – Pantai Indah Kapuk. Pada pertemuan tersebut, Rm. Joseph Santoso MSC mewakili Romo Andreas menyampaikan pengarahan tentang Stasi. Setelah pengarahan, seluruh lingkungan sepakat segera membentuk stasi. Saat itu juga dilakukan pemilihan 9 anggota Dewan Stasi.

Pada 7 Februari 2007 diresmikan Stasi Pantai Indah Kapuk dari sebelumnya wilayah VII Paroki Stella Maris sekaligus pengesahan Dewan Stasi. Susunan lengkap dewan Stasi adalah sebagai berikut Romo Joseph Santoso MSC (Pastor Stasi), marius Muliady Wijaya (Ketua), A. Chandra Budiman (Wakil Ketua), Johanes Hasjim (Sekretaris I), F.X. Iwan Siauw (Sekretaris II), Yahya Zakaria (Bendahara I), Reinard Djoemingin (Bendahara II), Monica Lie Gwat (anggota), Joseph Haryanto Chandra (anggota), Gilbertus Jelly Lim (anggota). Empat hari setelahny, pada 11 Februari 2007, dalam Misa Kudus yang dipersembahkan oleh Rm. Jan Van de made MSC, Dewan Stasi Pantai Indah Kapuk dilantik dan bertugas secara resmi. Mereka dilantik oleh Romo Jan mewakili Pastor kepala Paroki Romo Andreas. Ikut dilantik para kerua seksi, kepala bagian Rumah tangga dan ketua Prodiakon.

Stasi Regina Caeli terdiri dari dua wilayah (wilayah I St. Hieronimus dan wilayah II St. Maximillian Kolbe). Wilayah I terdiri dari 3 lingkungan (lingkungan Sta. Melania, lingkungan St. Markus, lingkungan St. Nicholas) dan wilayah II terdiri dari 6 lingkungan (lingkungan St. Dionisius, lingkungan Sta. Birgitta, lingkungan Sta. Lucia, lingkungan St. Dominikus, lingkungan St. Alfonsus Maria de liquor dan lingkungan Albertus Magnus).

Antusianisme umat begitu terasa untuk menghidupi dan mengaktifkan gereja dan stasi yang baru ini. Mulai tumbuh dan berkembang bermacam-macam kegiatan dan kelas-kelas sebagaimana lazimnya di paroki : Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Mudika, Kelas Katekumen. Kendati di sana-sini masih ada kekurangan-kekurangan terlebih ruangan dan tenaga pelayan. Tetapi itu tidak menyurutkan langkah Umat Stasi ReginaCaeli.

Pada tanggal 1 September 2007, bapak Uskup mengeluarkan SK yang menunjuk Romo Felix Supranto SS.CC melanjutkan karya Romo Joseph Santoso MSC sebagai Pastor Stasi. Akhirnya setelah berjalan selama setahun datanglah rahmat besar itu. Dalam rapat Dewan Stasi Harian pada tanggal 27 Oktober 2007, Romo Andreas Gunawan MSC menyampaikan secara resmi berita dari Vikjen KAJ Rm. Yohanes Subagyo Pr, bahwa pada bulan Januari 2007 Stasi Regina Caeli akan diresmikan sebagai Paroki Pantai Indah Kapuk Gereja Regina Caeli.

Persiapan-persiapan dan rapat-rapat intensif digelar guna menyambut hari besar itu. Termasuk diantaranya pemilihan Dewan Paroki Harian dan ketua-ketua lingkungan untuk periode 2008-2010. Akhirnya pada 20 Januari 2007 Stasi Regina Caeli diresmikan menjadi Paroki Pantai Indah Kapuk Gereja Regina Caeli. Inilah paroki ke-60 dalam keuskupan Agung Jakarta.

Arsitektur Regina Caeli

GEREJA “KAPAL” YANG MENZAMAN

Gereja Katolik yang secara umum sering menggambarkan bergaya klasik kali ini tampil dalam desain modern. (IDEA, 47/IV/2007, hm.112). bila dipandang dari jauh, Gereja Regina Caeli nampak seperti kapal yang sedang berlayar menuju suatu pelabuhan dengan nahkodanya adalah salib Yesus. Semakin dekat mata memandang keunikan dan kekhasannya semakin terasa pula. Walaupun material yang digunakan sederhana, gereja ini ramah lingkungan dan bahkan menyatu dengan sejuknya hutan bakau yang terbentang di pinggir pantai. Menatap dari dekat, gereja ini seperti rumah panggung raksasa. Dibawahnya ada “kolong” (basement untuk lokasi parkir) yang di sana sini berdiri tiang yang kokoh menyangga bangunan Gereja Regina Caeli. Untuk masuk ke dalam gereja, umat melewati tangga yang cukup lebar dan cukup landai. Tersedia juga akses untuk umat yang menggunakan kursi roda. Didepan pintu masuk gereja terdapat dua kolam disisi kiri dan kanan, yang menambah suasana alami.

Begitu masuk pintu gereja, mata langsung tertuju ke altar; sementara di dinding sisi kiri-kanan gereja, terpampang empat belas pahatan tembaga perhentian jalan salib. Sebelum gereja ini dibangun memang ada pertimbangan mendasar. Pertama, pertimbangan luas lahan. Gereja dibangun di atas tan ah seluas 6.868 m2 dengan kapasitas kurang lebih 1000 orang umat. Kedua, lokasi gereja ini terletak dibatas perumahan Pantai Indah Kapuk dengan latar belakang hutan bakau. Ketiga, perubahan persepsi dan penilaian terhadap berbagai hal termasuk dalam hal keagamaan yang terus berkembang.

Menyatu dengan Alam

Atas dasar pertimbangan itulah, Ir. Sardjono Sani, M. Arch. merancang bangunan Gereja Regina Caeli. Dinding di belakang altar sengaja tidak ditutup dengan tembok, tetapi menggunakan kaca transparan, sehingga rimbunnya kehijauan hutan bakau menjadi bagian yang menyatu dengan gereja.

Menurut Sardjono Sani, sang arsitek gereja ini, hal tersebut sebetulnya untuk memberi suatu dimensi baru terhadap persepsi ujud yang namanya Gereja. Desain gereja yang kita kenal selama ini menurutnya desain lama yang sudah dipakai dalam kurun waktu yang panjang. Padahal, zaman telah berubah. Semua perubahan mengenai persepsi ini diakomodasikan dalam desain gereja ini agar lebih mengapresiasi kekinian. Tembok di belakang gereja dibiarkan transparan supaya menyatu dengan asrinya hutan bakau yang ada di belakangnya. Salib Yesus yang berukuran besar dipasang pula pada bagian luar (menara). Dengan begitu Gereja Regina Caeli tampak seperti kapal dengan nahkodanya adalah Salib Yesus. Ini juga menjadi satu petunjuk bahwa estetika interior dan eksterior terpadu menjadi satu, membentuk arsitek yang terbuka. Konsep bangun gereja ini tidak memisahkan antara bagian dalam dengan bagian luarnya.

Altar sebagai Sentral

Kekhasan lain gereja ini adalah ruangan dalam gereja yang sengaja dibuat dengan kesan redup. Lantai, misalnya dipilih warna gelap. Pilihan warna dinding dan plafond pun sengaja tidak terang. Lightingnya dirancang dengan berpusat pada altar dan memberi aksen pada jalan salib. Konsep ini dimaksudkan agar umat yang mengikuti misa tertuju pada satu titik saja yakni altar sebagai sentralnya. Hal lain yang mencolok dari gereja ini ialah ditampilkannya tekstur-tekstur yang berbentuk salib. AC yang berada tepat diatas lorong tengah menuju altar, lampu sumber cahaya dalam ruangan dan side jendela berbentuk salib. Keunikan lainnya adalah tempat air suci yang diletakkan di luar gereja. Sedangkan untuk tempat pengakuan dosa, dibuatkan ruang yang bisa masuk cahaya. Saat mengaku dosa kita tidak menghadap pastor tetapi menghadap ke salib. Itu adalah suatu persepsi, pemaknaan yang juga baru. Banyak harapan terkandung dalam desain Gereja “KAPAL” ini. Intinya perpaduan estetika, desain interior (ruang) dan simbol-simbol katolik yang penuh makna, yang diharapkan dapat menghantar umat Regina Caeli lebih dekat lagi dengan Allah melalui altar dan salib Kristus sebagai sentralnya.

Karena keunikan dan kekhasannya ini, gereja Regina Caeli pernah diliput oleh Metro TV dan beberapa terbitan semacam Atlas Dunia, majalah IDEA, majalah HOME dan pernah pula diliput oleh majalah mingguan TEMPO.

Peta Paroki


Sumber : http://www.reginacaeli.org/

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP