Jumat, 30 Maret 2012

Sejarah Gereja Paroki Aloysius Gonzaga Mlati (1)

Kekatolikan sebelum ada Gereja Mlati

Dari Muntilan ke Mlati
Karya misi oleh para Yesuit di tanah Jawa diawali ketika mereka datang pada tahun 1859 dengan tujuan membantu imam-imam diosesan di bawah pimpinan Vikaris Apostolik Mgr Vrancken (1847-1874) dan Mgr. Claessens (1874-1893). Dalam perjalanan waktu karya misi diambil alih oleh para Yesuit dan pada tahun 1893 kepemimpinan misi diserahkan kepada para Yesuit dengan Mgr. J. Staal, SJ sebagai Vikaris Apostolik yang baru (Indonesianisasi hlm. 82). Dalam catatan sejarah KAS ada 6 stasi yang semula menjadi wilayah KAS (KAS Indonesia hlm 13) sekarang ini, yakni:

Semarang dengan Rm. L. Prinsens Pr sebagai pastornya sejak 1808
Ambarawa dengan Rm. CJH. Frenssen Pr sebagai pastornya sejak 1859
Yogyakarta dengan Rm. JB. Palinckx SJ sebagai pastornya sejak 1865
Magelang dengan Rm. Fr. Voogel SJ sebagai pastornya sejak 1889
Muntilan dengan Rm. Fr. van Lith SJ sebagai pastornya sejak 1897
Mendut dengan Rm. P. Hoevenaars SJ sebagai pastornya sejak 1899

baca selanjutnya...

Selasa, 27 Maret 2012

Jejak Paroki Kristus Raja Surabaya

Seperti gereja-gereja tua di kota besar, Gereja Kristus Raja Surabaya dibangun dengan arsitektur yang unik. Tak heran, Gereja Kristus Raja tercatat sebagai salah satu cagar budaya di Kota Surabaya.

Menurut Romo John Tondowidjojo CM, bangunan gereja di Jalan Residen Sudirman 3 ini mengacu pada nilai-nilai lokal. Menara lonceng menjulang tinggi di ujung atap. Ini merupakan perpaduan atap joglo dengan menara gaya Barat yang runcing dan tinggi.

baca selanjutnya...

Rabu, 21 Maret 2012

Perjalanan Sejarah Paroki St. Mikael Gombong

Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, Gombong adalah ibukota Kawedanan Gombong yang termasuk Kabupaten Kebumen, Karesidenan Kedu, Jawa Tengah. Dibandingkan dengan kota-kota kecil lainnya, Gombong relatif lebih dikenal orang. Bahkan Gombong menjadi tujuan bagi kelompok-kelompok pejalan kaki, bersepeda atau dengan naik pedati. Gua Ijo dan Gua Karangbolong yang terletak di sekitar Gombong sudah sejak tahun 1920-an ramai dikunjungi orang untuk berwisata.

Selain itu, dari seluruh kota kecil di Jawa Tengah, hanya Gombonglah yang dihuni oleh orang-orang Belanda. Hal itu disebabkan oleh karena Gombong dijadikan basis militer oleh Pemerintah Hindia Belanda. Di Gombong terdapat tangsi pasukan gerak cepat Kavaleri KNIL. Beberapa orang Indo anggota Kavaleri tersebut beragama Katolik. Sebelum kedatangan para Misionaris MSC, mereka dilayani oleh Pastor dari Paroki Magelang dan Yogyakarta. Sesudah Purworejo, Purwokerto dan Cilacap ditetapkan sebagai paroki, penanganan umat di Gombong dilaksanakan oleh para pastor dari ketiga paroki itu secara bergiliran. Maka bisa dikatakan bahwa umat beriman Katolik Paroki St. Mikael Gombong mulai bertumbuh sejak tahun 1927/1928.

baca selanjutnya...

Kamis, 15 Maret 2012

Sejarah Gereja Paroki Santo Petrus Purwosari Surakarta

Karya misi di Surakarta

Karya misi di Surakarta berkembang dimulai dengan dibangunnya Gereja St. Antonius Purbayan pada bulan Oktober 1905. Bulan November 1916, gedung gereja telah selesai dan diberkati Pater C. Stiphout, SJ. Kemudian beliau diangkat sebagai Romo paroki yang pertama di Surakarta. Beberapa tahun kemudian hadir Pater Strater SJ, Pater Hermanus SJ, Pater J. Jansen SJ, Pater Hoevenaars SJ, Pater A. Van Velsen SJ, Pater Schots SJ, Pater B. Hagdorn SJ. Pada tahun 1922, tercatat jumlah orang Katolik di wilayah dalam kota Surakarta ada 1224 orang. Enam tahun kemudian, pada tahun 1928, jumlah tersebut berkembang pesat. Di dalam kota ada 2660 orang Katolik, di kota Boyolali 132 orang, di Sragen 275 orang, dan di Wonogiri 30 orang.

Para Romo misionaris saat itu harus menempuh perjalanan dari Semarang atau Ambarawa untuk melayani orang-orang Katolik yang ada di Surakarta. Pelayanan itu dilakukan dengan cara yang sering disebut missie-reizen yaitu lawatan misi atau kunjungan berkala oleh seorang misionaris.

baca selanjutnya...

Sabtu, 10 Maret 2012

Sejarah Paroki Regina Caeli Pantai Indah Kapuk

Ketika hendak membentangkan sejarah Gereja Regina Celi, Pantai Indah Kapuk, benang merahnya tidak bisa tidak harus ditarik dari sejarah dan perkembangan Paroki Stella Maris, Pluit yang tahun depan akan memasuki usia 30 tahun. Data statistik pertumbuhan umat menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah umat Paroki Stella Maris, Pluit terus meningkat. Perkembangan tersebut tidak hanya nampak pada angka-angka (kuantitas belaka) tetapi juga para aktivitas iman umat yang luar biasa. Indikatornya, Gereja hampir selalu penuh pada setiap perayaan ekaristi, padahal misa hari sabtu dan minggu diadakan enam kali. Kegiatan seksi-seksi dan kelompok-kelompok kategorial juga begitu padat. Komplek Gereja ini tiada sepinya dari hari ke hari karena ada begitu banyak komunitas yang mengadakan berbagai kegiatan disini. Tidak hanya itu, beragam pula pelayanan sosial kemanusiaan yang diberikan oleh umat paroki ini kepada masyarakat sekitarnya.

Perkembangan yang demikian pesat itu tidak terjadi begitu saja. Hal ini dapat ditelusuri dalam sejarah perjalanannya. Komunitas umat beriman yang kini kita kenal sebagai Paroki Stella Maris berawal dari tahun 1964 pada masa kegembalaan Mgr. Adrianus Djajasepoetra SJ (kini alm) sebagai Uskup Agung Jakarta saat itu. Sang Gembala secara resmi mengeluarkan Surat Kuasa Pembentukan Yayasan Pengurus Gereja dan Dana Papa R.K. Gereja Djembatan Tiga Djakarta, pada 11 Pebruari 1964. dibawah registrasi No. 55/b5-2/64, Surat Kuasa ini mengangkat Pastor Fransiskus Indrakarjana SJ sebagai ketua merangkap bendahara Yayasan, didampingi Pastor Marinus Oei Goan Tjiang SJ sebagai sekretaris, dan Todo Taddeus serta Raden Nikolaus Subandirahardjo sebagai anggota. Akte bawah tangan ini, yang ditandatangani sendiri oleh Mgr Djajasepoetra, memberikan kuasa kepada pengurus untuk mulai mengembangkan umat dan Gereja di wilayah ini sambil mengelola dana papa secara tepat.

Kekhasan lain gereja ini adalah ruangan dalam gereja yang sengaja dibuat dengan kesan redup. Lantai, misalnya dipilih warna gelap. Pilihan warna dinding dan plafond pun sengaja tidak terang. Lightingnya dirancang dengan berpusat pada altar dan memberi aksen pada jalan salib. Konsep ini dimaksudkan agar umat yang mengikuti misa tertuju pada satu titik saja yakni altar sebagai sentralnya. Hal lain yang mencolok dari gereja ini ialah ditampilkannya tekstur-tekstur yang berbentuk salib. AC yang berada tepat diatas lorong tengah menuju altar, lampu sumber cahaya dalam ruangan dan side jendela berbentuk salib. Keunikan lainnya adalah tempat air suci yang diletakkan di luar gereja. Sedangkan untuk tempat pengakuan dosa, dibuatkan ruang yang bisa masuk cahaya. Saat mengaku dosa kita tidak menghadap pastor tetapi menghadap ke salib. Itu adalah suatu persepsi, pemaknaan yang juga baru. Banyak harapan terkandung dalam desain Gereja “KAPAL” ini. Intinya perpaduan estetika, desain interior (ruang) dan simbol-simbol katolik yang penuh makna, yang diharapkan dapat menghantar umat Regina Caeli lebih dekat lagi dengan Allah melalui altar dan salib Kristus sebagai sentralnya.

Karena keunikan dan kekhasannya ini, gereja Regina Caeli pernah diliput oleh Metro TV dan beberapa terbitan semacam Atlas Dunia, majalah IDEA, majalah HOME dan pernah pula diliput oleh majalah mingguan TEMPO.

Peta Paroki


Sumber : http://www.reginacaeli.org/

baca selanjutnya...

Jumat, 09 Maret 2012

Sejarah Gereja Paroki Maria Assumpta Klaten

1. BENIH AWAL

Pada tahun 1909, Rama Van Lith SJ berkunjung ke SD Ngepos yang merupakan satu-satunya sekolah di Klaten saat itu. Beberapa murid menerima tawaran Rama Van Lith untuk belajar di Muntilan. Mereka itu antara lain Rustam, Ramelan (alm. Rama Josowiharjo, SJ), Mikun, Radjiman, Sutedjo, Sukardja dan lain-lain. Inilah benih-benih awal tumbuhnya Gereja Katolik pribumi di Klaten. Pencarian benih ini dilakukan Rama Van Lith secara rutin pada awal tahun dengan mendatangi SD Ngepos. Sejak itulah dimulai kegiatan katekese dan pewartaan di Klaten. Pelajaran agama dilaksanakan di kediaman Bp. Sutadikrama, Sikenong.

baca selanjutnya...

Sejarah Gereja Paroki Santo Yusup Gedangan

Berawal dari Tahun 1808.

Gereja Santo Yusuf atau St. Yoseph atau Gerja Gedangan di Jalan Ronggowarsito merupakan cikal bakal gereja Katolik di Indonesia. Sebelumnya, sekitar tahun 1808, Gubernur Jenderal Deandels yang saat itu menjadi penguasa di Hindia Belanda (Indonesia) mengangkat dua orang imam praja dari Belanda untuk melayani umat Katolik bangsa Eropa di Indonesia. Tepatnya 8 Mei 1807 Prefektur Apostolik Batavia berdiri[2]. Tahun 1808 datang ke Indonesia 2 imam praja dari Belanda. Tanggal 27 Desember 1808, Gubernur General Deandels memutuskan dengan beslit bahwa Pastor Lambertus Prinsen Pr, menjadi pastoor di Semarang. Esoknya, 28 Desember 1808, Pastor Prinsen tiba di Semarang. Sejak itu Semarang menjadi stasi. Wilayahnya meliputi Jateng, Jatim, dam Jabar. Ketika itu, umat Katolik belum memiliki tempat ibadah sendiri dan masih menumpang melakukan ibadah di Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel atau Gereja Blenduk di dekat Taman Srigunting, kawasan (Kota Lama), misa selalu diselenggarakan di gereja Protestan tersebut. Sehubungan dengan itu, pada 29 Januari 1809 dibentuklah suatu “Kerkeraad” (sekarang PGPM). Baru pada tahun 1815, dibangun sebuah Gereja Katolik, yakni Paroki Santo Yusup Semarang (Gereja Gedangan).

baca selanjutnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP