Rabu, 21 Desember 2011

Sejarah Gereja Katolik Santo Servatius & Sejarah Umat Kampung Sawah (4)

Pastor Cremers dan Kesehatan Masyarakat

Di bidang kesehatan, di masa penggembalaan Pastor Cremers, berkat dukungan perkumpulan sosial “Het Sing Melania Wek voo Java”[9], yang terdiri dari ibu-ibu Belanda dan pribumi, didirikanlah poliklinik di Kampung Sawah tahun 1935. Perkumpulan ini juga ikut memugar sekolah yang sudah ada. Suster-suster awam dari klinik itu menjadi terkenal sebagai pengabdi-pengabdi rakyat jelata. Baru pada tahun 1937, Suster Deetje Win Hamer datang ke Kampung Sawah, yang disusul oleh Suster Gwan Lin Nio.

Menjelang hari-hari raya Natal dan Paskah, pastor suka membagi hadiah kepada umatnya yang kekurangan seperti makanan kaleng dari Jakarta, pakaian bagus untuk perempuan, celana dan piyama bekas untuk lelaki.

Pada tahun 1939, datang Pastor Cornelius Remmen, O.F.M. Di saat umat Kampung Sawah mencapai 400 jiwa, Pastor Cremers dipindahkan ke Rangkasbitung, maka Pastor Remmen pun menjadi pastor kepala. Pastor ini senang mengajar umat Kampung Sawah menyanyi lagu Gregorian.

Awam Pegang Peranan

Jatuhnya Belanda ke tangan Jerman tahun 1940 pada Perang Dunia II, membuat ketenteraman Pastor Marinus Kuster, S.J, yang pada saat itu menggembalakan Kampung Sawah, terusik. Apalagi saat tanggal 5 Maret Jepang menduduki Jakarta. Jepang pun menyeret para rohaniawan berkebangsaan Belanda ke kamp tahanan, termasuk Pastor Kuster. Awal 1943, Pastor B.Soemarno, S.J, kadang-kadang muncul di Kampung Sawah, namun tugas penggembalaannya menjangkau sampai Sukabumi dan Rangkasbitung. Hasil-hasil pertanian, termasuk di Kampung Sawah, harus dipotong separo untuk penguasa. Tenaga penduduk pun diperas. Meski Kampung Sawah daerah agraris, pada zaman Jepang, rakyatnya makin miskin. Tidak ada alat angkutan, maka mereka sulit memasarkan buah-buahan ke Jakarta.

Pada saat-saat genting tersebut, peran awam sungguh berarti. Bapak Poesposoepadma selalu siap mengadakan Ibadat Sabda. Demikian juga Bapak Benyamin Kadiman yang tetap aktif. Pak Poespo tinggal di Kliik Melania yang sudah tidak beroperasi lagi karena persediaan obat sudah habis. Obat-obat tradisional pun menjadi populer.

Mulai tahun 1943, Pastor H.Voogdt, Pr, sebagai pastor kepala Matraman, menggembalakan Kampung Sawah. Monseigneur Willekens pun tidak tinggal diam. Beliau, yang tidak punya mobil atau kereta kuda lagi, naik sepeda berjubah menuju Bidara Cina. Setelah menginap di pastoran, esoknya ia diantar para putra altar Polonia menuju Kampung Sawah, bersepeda.

Sumber : http://www.servatius-kampungsawah.org

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP