Rabu, 28 Desember 2011

Sejarah Singkat Keuskupan Agung Jakarta

Keuskupan Agung Jakarta adalah wilayah formal Gereja Katolik Roma yang tertua di Indonesia, dimulai dengan status Prefektur Apostolik tahun 1807. Secara resmi prefektur apostolik ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Batavia pada tanggal 3 April 1842 yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda dengan Vikaris Apostolik pertamanya Mgr. I. Groff. Pada periode 1855 hingga 1948 wilayah Vikariat Apostolik Batavia semakin menyempit dengan didirikannya berbagai vikariat apostolik yang baru di luar Jawa dan di pulau Jawa sendiri. Seiring kemerdekaan Indonesia, pada7 Februari1950nama Vikariat Apostolik Batavia diubah menjadi Vikariat Apostolik Djakarta. Status Vikariat Apostolik kemudian ditingkatkan menjadi Keuskupan Agung Djakarta pada tanggal 3 Januari1961 dengan 2 keuskupan sufragan yaitu: Keuskupan Bandung dan Keuskupan Bogor. Sesuai dengan perubahan ejaan bahasa, nama Keuskupan Agung Djakarta diubah menjadi Keuskupan Agung Jakarta pada tanggal 22 Agustus1973.

Di Museum Nasional Indonesia di Jakarta disimpan sebuah batu besar yang awalnya ditanam di pantai Sunda Kelapa. Batu berpahatkan tanda salib bertahunkan 1522 ini adalah peringatan hubungan antara pelayaran Portugis dan kerajaan Pajajaran. Ini adalah tanda awal hadirnya Katolik di Jakarta kini.

Kemudian saat VOC berkuasa, 1619 hingga 1792, semua kegiatan Katolik dilarang, dan para imam Katolik juga dilarang untuk berkarya di wilayah kekuasaan VOC di Batavia, bahkan seorang Jesuit Egidius d’Abreu, S.J. dibunuh pada tahun 1624. Kegiatan Katolik hanya diijinkan di luar tembokBatavia bagi orang-orang keturunan Portugis dengan didirikannya Gereja Portugis di luar kota pada tahun 1696, kini menjadi Gereja Sion di Jl. P. Jayakarta. Keturunan Portugis ini juga diberi lahan bertani di daerah yang kini disebut daerah Tugu. Pada abad ke-18 ini VOC membebaskan imam-imam Katolik untuk singgah di Batavia untuk melayani umat-umat, baik yang keturunan Portugis maupun juga pegawai VOC.Pada masa Daendelsbarulah umat Katolik diijinkan untuk merayakan misa secara terbuka, pada tahun 1808. Daendels juga memberikan Gereja Katolik resmi pertama di Batavia pada tahun 1810 bertempat di Gang Kenanga Utara, daerah Senen sekarang. Gereja perdana ini sudah dibongkar pada tahun 1989. Pada tahun 1830 Gubernur Jendral Du Bus de Ghisignies menghibahkan tempat kediaman komandan tentara dan wakil gubernur jendral kepada Prefektur Apostolik Batavia. Di lahan inilah kini berdiri Gereja Katedral Jakarta.

Pada tahun 1856 suster-suster Ursulin mendirikan biara susteran pertama ‘Groot Kloster’ di Batavia di Jl Juanda dilanjutkan biara keduanya ‘Klein Klooster’ di Jl Pos pada tahun 1859 diikuti biara-biara Ursulin lain di daerah Jatinegara dan Kramat. Suster-suster dari Carolus Borromeus membuka Rumah Sakit Sint Carolus pada tahun 1919. Saat-saat awal tersebut imam-imam Jesuitlah yang menyelenggarakan karya pastoral di wilayah Batavia baru kemudian dibantu oleh imam-imam Fransiskan pada tahun 1929 dan imam-imam dari Misionaris Hati Kudus (MSC]] tahun 1932. Dalam bidang pendidikan, imam-imam Yesuit mendirikan Perkumpulan Strada tahun 1924. Sekolah pertamanya dibuka tahun itu juga di daerah Gunung Sahari. Pada tahun 1927 Perkumpulan Strada mendirikan sekolah menengah berasrama di Menteng yang kemudian menjadi Kolese Kanisius pada tahun 1932.

Pada masa pendudukan Jepang, Vikaris Apostolik Batavia saat itu Mgr. P. Willekens S.J. mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik di masa sulit tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, Gereja Katolik mulai berkembang kembali. Jumlah umat semakin bertambah, demikian juga dengan jumlah paroki. Paroki Mangga Besar didirikan tahun 1946, paroki di Jl. Malang tahun 1948, paroki Tangerang tahun 1948. Bila pada 1950 baru ada 12 paroki, pada tahun 1960 sudah terdapat 16 paroki, pada tahun 1970 terdapat 23 paroki, pada tahun 1980 terdapat 34 paroki, pada tahun 1988 terdapat 39 paroki, pada tahun 1990 terdapat 40 paroki, dan pada 2002 sudah terdapat 53 paroki dengan 411.036 orang umat yang dilayani oleh 277 imam. Pada tahun 2007 diperingati 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta. Saat itu sudah terdapat 60 paroki. Puncak Perayaan Agung 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta diselenggarakan di Istora – Senayan pada tgl.26 Mei 2007, yang dihadiri pula oleh sebagian besar para uskup di Indonesia.

Karya Roh Kudus terus bertumbuh dalam wujud pertambahan jumlah umat hingga tahun 2011 telah mencapai lebih dari 466.638 jiwa dan pendirian paroki-paroki: berawal dari Katedral merambah ke seantero wilayah Ibu Kota Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Secara teritorial Keuskupan Agung Jakarta terbagi ke dalam 8 dekenat dengan 61 paroki dan stasi-stasi yang siap bertumbuh menjadi paroki-paroki baru.

Gerak Roh Kudus pun mewujudkan kekhasan Gereja metropolitan yang dinamis. Kelompok-kelompok Kategorial bertumbuh subur. Di tengah kesibukan, mereka berhimpun membentuk komunitas atas dasar kesamaan/ kedekatan perhatian, minat, bidang panggilan, atau profesi tertentu di antara anggota-anggotanya. Pastoral kategorial dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar: (1) Pemikat (Persaudaraan Mitra Kategorial, (2) Karismatik dan (3) PMKAJ (Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta).

Sebagai Gereja, Keuskupan Agung Jakarta telah melintasi waktu lebih dari 200 tahun. Berhimpun dalam kesatuan umat Allah:

1. Mulai dari “umat bawah tanah” di abad ke-17 dan 18

2. Melalui masa-masa tiga Prefektur di kala Jakarta masih bernama Batavia

3. Melintasi zaman Lima Vikaris Apostolik.

4. Hingga berbuah menjadi Gereja particular Keuskupan Agung Jakarta dengan Uskup Agung pertama Mgr. A. Djajasepoetra.

5. Di tengah percepatan pertambahan jumlah umat, di era penggembalaan Mgr. Leo Soekoto, pada tahun 1990 Gereja Jakarta menyelenggarakan Sinode pertama. Visi masa depan pun ditetapkan untuk menjadi Gereja yang mandiri, missioner, berdaya pikat dan daya tahan.

6. Iman mengakar dan bertumbuh di dalam perjalanan sejarah Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Tak lekang dalam pergolakan negara dan konflik politisi. Pada dasawarsa yang penuh pergolakan dan perubahan, Keuskupan Agung Jakarta di gembalakan oleh Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja. Di tengah sulitnya mendirikan gedung gereja, pada tgl. 6 Oktober 1996 tonggak sejarah Gereja Jakarta dikenang kembali dengan pemberkatan Gereja Santo Servatius, Paroki Kampung Sawah yang sebagian besar umatnya adalah warga Betawi. Pemberkatan yang menandai dan merayakan seratus tahun berdirinya umat pribumi pertama di Jakarta. Dan pada tahun 2006 dirayakanlah 200th Gereja Keuskupan Agung Jakarta

7. Dengan motto: Serviens Domino cum omni Humilitate, pada tanggal 28 Juni 2010, Mgr. Ignatius Suharyo resmi menjadi Uskup Agung Keuskupan Agung Jakarta. “Aku melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati” (Kis. 20:19). Menuntun dan memberi kekuatan dalam pelayanan penggembalaan.

Sumber : http://www.kaj.or.id/keuskupan-agung-jakarta/sejarah-singkat-keuskupan-agung-jakarta

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP