Kamis, 05 Januari 2012

Sejarah Paroki Lodalem

“Pergilah, dan jadikanlah semua bangsa Murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus …” (Mat 28:19)


Tidak banyak orang yang menyangka bahwa di sebuah dusun yang disebut LODALEM, berpusat sebuah paroki di sebelah Selatan Malang. Paroki ini bahkan sudah berdiri, empat puluh (40) tahun lamanya. Inilah salah satu buah dari perintah Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum Dia meninggalkan mereka untuk kembali ke Surga demi menyediakan tempat bagi orang-orang beriman.

Bermula dari sebuah stasi yang terletak di Dusun Sidodadi di wilayah pemerintahan Desa Arjosari, benih Sabda Allah mulai ditaburkan.

Awal mula …..
Cikal bakal pewartaan Injil tidak dapat dilepaskan dari peran gereja dalam bidang pendidikan. Riwayat berdirinya Paroki Maria Annunciata – Lodalem pun demikian. Dimulai dari berdirinya sebuah sekolah rakyat (setingkat sekolah dasar/SD) pada tahun 1960 – an di dusun Sidodadi, Desa Arjosari. Situasi dan kondisi pendidikan pada masa itu memang memprihatinkan. Sekolah rakyat hanya ada satu di setiap desa. Di desa Arjosari waktu itu, sekolah hanya ada di Dusun Sumbertimo yang berjarak 7 km an dari dusun Sidodadi. Sehingga banyak anak pada waktu itu tidak mendapat pendidikan formal. Karena itulah, masyarakat setempat meminta kepada Kepala Desa. Kemudian, kkepala desa mengirim utusan ke Rm. G.J.A. Lohuis O. Carm yang pada waktu itu menjabat sebagai pastor paroki Ratu Damai –Purworejo yang bertindak sekaligus sebagai wakil Yayasan Karmel.

Menanggapi permintaan tersebut, maka dikirimlah Bpk. B.J. Martodiharjo, dkk dari Yayasan Karmel, yang membidangi pendidikan di Keuskupan Malang untuk memulai usaha pendirian Sekolah Dasar katolik di desa Arjosari. Akhirnya tepat pada 01 November 1961, berdirilah sekolah dasar dengan nama SEKOLAH RAKYAT KATOLIK ST. YOHANES. Lewat lembaga pendidikan ini pulalah benih iman Katolik mulai ditebarkan.

Permandian Pertama
Sesuai dengan semangatnya, lembaga pendidikan yang didirikan oleh Karya Misi Katolik ini memiliki kekhususan dalam pelajaran agamanya, yaitu Pelajaran Agama Katolik. Ternyata, pendidikan agama yang diberikan sejak awal di bangku sekolah dasar ini mendapat tanggapan positip, baik dari anak didik maupun dari masyarakat sekitarnya. Ini dibuktikan dengan munculnya keinginan dari masyarakat untuk diberi pelajaran agama Katolik dengan tersendiri.

Pelajaran agama Katolik kemudian dilaksanakan di dalam pendidikan inter sekolah dan juga di luar sekolah. Anak didik maupun orang tuanya serta masyarakat umum berkumpul sekali seminggu untuk belajar bersama tentang iman Katolik. Setiap hari Minggu pagi diadakan doa bersama dipimpin oleh bapak guru sekaligus pewarta sabda, Bpk. M. Gino Ut. Dan pada sore hari para murid dan orangtuanya berkumpul untuk belajar agama Katolik. Rm. Lohuis sendiri setiap 3 bulan sekali juga datang memberikan pelajaran kepada mereka.

Pelajaran agama dan ibadat tersebut akhirnya menghasilkan buah pada Hari Raya Paskah, 19 April 1965. Delapan orang putera-putera siswa SDK St. Yohanes dipermandikan pada saat itu. Mereka adalah : JUMARI, PIKIR, SUKARI, TIMAN, KASEMIN, TARJI, dari dusun Sidodadi dan KATIRIN serta JARNO dari dusun Kedungwaru II. Bahkan enam (6) orang di antaranya kemudian, semuanya kemudian masuk ke Seminari Menengah di Lawang. Hanya saja, akhirnya tidak ada diantaranya yang sampai pada tahbisan imamat.

Ketika baptisan pertama ini terjadi, wilayah ini masih dalam teritorial Paroki Ratu Damai - Purworejo. Untuk pelayanan dan pemeliharaan umat kemudian, Pastor Paroki Purworejo yang dijabat oleh Rm. GJA. Lohuis O. Carm waktu itu, datang dan merayakan ekaristi secara rutin tiga (3) bulan sekali dengan menempuh jarak Purworejo – Arjosari kurang lebih 28 km. Kondisi jalan yang sangat memprihatinkan pada masa itu, tidak menyurutkan semangat beliau untuk melayani umat.

Dengan ketekunan para guru SDK St. Yohanes yang berjumlah lima (5) orang dan bersemangat misionaris, didampingi oleh Rm. Lohuis O. Carm, jumlah umat semakin lama semakin berkembang. Mereka adalah Bpk. M. GINO UT., Bpk Sutarmanto, Bp. Antonius Tjaturanto, Bu Katrin dan Bu. Kantun. Demi kelancaran dan ketertiban pelayanan dan administrasi, dipertimbangkanlah pembentukan sebuah stasi di daerah ini. Akhirnya, didirikanlah Stasi Arjosari, yang meliputi desa Arjosari sekitarnya pada tahun 1968 dengan mengambil pelindung dari SDK, St. Yohanes. Selanjutnya, pelayanan Ekaristi ditingkatkan, dari sebelumnya tiga bulan sekali menjadi satu bulan sekali dengan kedatangan Rm. Pius Budiwijaya OCSO pada tahun itu juga.

Berkembangnya Stasi St. Yohanes - Sidodadi....
Benih Sabda Allah yang telah bersemi di Stasi Arjosari kemudian menyebar ke desa-desa sekitarnya, terutama ke Desa Arjowilangun. Sabda Allah di desa ini dimulai di dusun Duren yang lokasinya sulit ditempuh. Dusun ini masih cukup jauh dari akses jalan besar. Namun, kondisi demikian tidak menghalangi Sabda Allah bertumbuh dan berkembang ke dusun-dusun lainnya, yaitu Dusun Panggang Lele, Dusun Barisan dan Dusun Lodalem. Awalnya dimulai dari pelajaran agama dari satu keluarga kawin campur, yaitu Bp. Fr. Markawi yang berasal dari Kepanjen. Isterinya berasal dari dusun Pangganglele dan belum Katolik. Waktu itu, mereka tinggal di Dusun Duren. Pelajaran agama ini kemudian diikuti oleh keluarga Bp. Suratman, dan beberapa keluarga lainnya. Pelayanan dan pembinaan umat dilayani oleh misionaris awam, M. Gino Ut., di bawah bimbingan Rm. Lohuis O. Carm.

Perkembangan ini didukung pula dengan pendirian sebuah lembaga pendidikan menengah pertama di desa Arjowilangun, yaitu SMPK St. Antonius.

Berdirinya Sekolah Menengah Pertama Katolik (SMPK) St. Antonius Arjowilangun
Dalam sabda-Nya, Yesus mengajarkan para murid untuk menanggapi tanda-tanda zaman. Hal ini benar-benar dipahami oleh para misionaris awam di SDK St. Yohanes. Ketika muncul persolan tentang kelanjutan pendidikan anak-anak sekolah dasar, dipandang perlulah mendirikan sebuah lembaga pendidikan lanjutan. Gereja, lewat pastor paroki melihat tanda-tanda ini sebagai perintah untuk mendirikan Sekolah menengah pertama di desa Arjowilangun. Rencana ini ditanggapi secara positip oleh sekolah dasar negeri yang ada dan didukung oleh pemerintah desa setempat.

Pada akhirnya, tanggal 17 Juli 1967 berdirilah sebuah Sekolah Menengah Pertama Katolik di bawah lindungan St. Antonius. Ini menjadi lembaga pendidikan kedua yang dibentuk Karya Misi di wilayah Kecamatan Kalipare.

Tim pengajar waktu itu adalah: Bpk. Sastro Atmojo, Bpk. A. Tjaturanto, Bpk. F.X. Markawi, dan Bpk. M. Gino Ut. Murid pertama yang diterima berjumlah 39 siswa. Karena masih belum memiliki gedung sendiri, SMPK ini sementara menempati gedung SD Negeri Barisan (sekarang SD Negeri Arjowilangun II). Dua lembaga pendidikan yang ada ini, semakin menambah kuantitas umat katolik dengan cepat.

Munculnya pergolakan……
Perkembangan jumlah umat sebagai hasil kerja keras para rasul awam di bawah bimbingan Rm. Lohuis O. Carm lewat keberadaan sekolah Katolik di desa Arjowilangun menimbulkaan reaksi keras dari golongan tertentu.

Reaksi ini muncul dalam bentuk yang beraneka ragam. Bahkan, mereka tidak segan untuk menggunakan kekuasaan oknum pejabat tertentu demi menghambat perkembangan Gereja Allah. Aneka persoalan yang kerap dijadikan alasan untuk menjatuhkan semangat beriman dapat dirinci sebagai berikut:

a. Masalah kesalahpahaman istilah
Misalnya, sebutan Allah Tritunggal dijadikan tuduhan bahwa Agama Katolik menyembah tiga Allah. Hal ini menyebabkan, kepala sekolah SMPK waktu itu, Bpk. Mulyono didatangi oleh kelompok umat lain dari desa Sukowilangun dengan tuduhan bahwa Agama Katolik bukanlah agama monotheis. Sekalipun terjadi perdebatan sengit tentang hal tersebut, syukur kepada Allah bahwa para awam Katolik mampu mempertanggungjawabkan ajaran Tritunggal ini dengan baik, sehingga kelompok penentang Gereja Katolik dapat menerima keberadaan agama Katolik. Selama perdebatan yang panas itu, masyarakat Desa Arjowilangun yang berasal dari aneka agama justru ikut berjaga-jaga agar tidak terjadi kerusuhan. Karena umumnya, mereka tidak mempersalahkan soal dogma ajaran Gereja Katolik.

b. Masalah tanah pekuburan (tanah makam)
Umat Katolik tidak diperkenankan dimakamkan di lokasi pekuburan dusun Lotekol. Sykurlah ada umat beragama Hindu kemudian mewakafkan sebidang tanah berukuran 12X8 m untuk dijadikan makam umum. Karena pekuburan yang ada waktu itu diklaim sebagai kuburan Muslim.

c. Masalah KTP (Kartu Tanda Penduduk)
Ketika orang-orang Katolik hendak mengurus KTP, selalu dipersulit. Namun, Allah memberikan pendampingan kepada umat-Nya dengan jawaban-jawaban katekis awam yang dapat mempertanggungjawabkan imannya. Akhirnya, umat Katolik tetap dapat dilayani sekalipun pada saat-saat terakhir.
d. Masalah perkawinan,
e. Masalah sunat atau khitan
Oleh agama tertentu, sunat adalah sebagai salah satu cara menjadi umatnya. Maka, orang Katolik yang disunat dianggap masuk ke agama tertentu tersebut. Sekali lagi, penjelasan atas tradisi sunat kepada umat berdasarkan iman Katolik, oleh katekis membuat umat yang masih muda imannya akhirnya tetap setia dan mantap di dalam gereja.

Tantangan-tantangan yang dihadapi karena perkembangan iman ini menuntut pelayanan dan pembinaan yang lebih teratur dan intensif kepada umat. Demi pendampingan umat yang lebih efisien, maka dikirimlah seorang katekis profesional, yaitu Bp. Aloysius Misidiyanto dari paroki Purworejo ke stasi Arjosari pada 01 Juli 1970. Akhirnya pada akhir tahun 1970 stasi Arjosari yang sebelumnya mengkoordinir umat di wilayah desa Arjosari, diperluas menjadi Stasi Arjosari - Arjowilangun. sekaligus sebagai persiapan terbentuknya paroki baru di kemudian hari..

Saat-saat konsolidasi…..

Perkembangan dan perluasan wilayah keberadaaan umat di stasi baru ini berimplikasi terhadap pelayanan Gereja.. Maka demi peningkatkan pelayanan dan agar umat lebih banyak yang berpartisipasi dalam pelayanan Gereja, dibentuklah kepengurusan Dewan Stasi. Sedangkan demi efisiensi kerja dan tenaga, stasi dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri dari:
1. Kelompok Kedung Waru
2. Kelompok Sidodadi Kulon
3. Kelompok Sidodadi Wetan
4. Kelompok Lodalem
5. Kelompok Barisan Kidul
6. Kelompok Barisan Lor
7. Kelompok Panggang Lele
8. Kelompok Duren

Dengan pembagian kelompok-kelompok ini, keterlibatan umat dalam kegiatan menggereja semakin nyata. Keterlibatan dimaksud bukan hanya dalam bidang rohani saja, melainkan juga pada bidang jasmaniah. Umat bersedia memenuhi konsumsi harian bagi imam yang melayani umat. Agar lebih teratur dibuatlah sistem bergilir di antara umat dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Berdirinya Gedung Gereja ……
Pelayanan timbal balik antara imam dan umat manampakkan semangat paguyuban umat beriman yang sungguh mengesankan. Melihat kenyataan tersebut, Rm. Lohuis berbangga hati. Beliau kemudian berjanji akan membangun tempat ibadah yang letaknya berada di tengah-tengah kelompok umat yang sudah ada. Janji itu kemudian direalisasiakan dengan membangun sebuah gedung gereja di Dusun Lodalem. Pada tahun 1968, dimulailah pembangunan gedung gereja dengan biaya sebesar Rp 9.500.000,- (Sembilan juta lima ratus ribu rupiah). Bentuk bangunan yang didirikan adalah SALIB dengan ukuran:
8 X 24 meter ke arah Utara
8 X 27 meter ke arah Timur.
Pintu utama gereja menghadap ke Barat. Sedangkan sisi lainnya, di ujung tiap sayap salib, juga dibuatkan pintu.

Pembangunan gedung gereja akhirnya selesai pada tahun 1970. Tepat pada malam Natal 24 Desember 1970, dipimpin oleh Rm. Pius Budaiwijaya OCSO, gedung gereja baru ini untuk pertama kalinya dipakai. Tanah peruntukan gereja ini dibeli dari keluarga Bpk. Murtani Dusun Barisan. Alasan pemilihan tempat ini, selain karena berada tepat di tengah kelompok-kelompok umat yang tersebar, juga cukup disenangi oleh Rm. Lohuis karena memiliki kemiripan dengan nama beliau. Beliau juga berpendapat bahwa perkembangan umat di daerah ini cukup potensial di masa depan sehingga dapat menjadi sebuah paroki sendiri.

Pada tanggal 27 Juni 1971, Gereja baru ini diberkati dan diresmikan oleh Bapak Uskup Malang, Mgr. H.E.J. Albers O. Carm. Dalam peresmian itu, Bapak Camat Kalipare masa itu, Bp. Soepratiknyo berkenan melakukan pengguntingan pita.
Semakin lama jumlah umat semakin besar. Karena begitu luasnya wilayah pastoral, apalagi gedung gereja sudah ada, pada tanggal 21 Juli 1971, Stasi Arjosari – Arjowilangun dipisahkan dari induknya Paroki Bunda Ratu Damai – Purworejo. Nama Paroki baru ini adalah MARIA ANNUNCIATA – Lodalem. Sebagai pastor paroki pertama ditunjuklah Rm. Lohuis O. Carm. Hal ini sesuai dengan harapan beliau..

Pada masa itu, kelengkapan tempat tinggal pastor paroki masih belum ada. Pastor paroki masih menempati salah satu bagian dari sayap salib gedung gereja. Di kemudian hari, dibangunlah rumah pastoran dan berada di sebelah Selatan gedung gereja.
Semangat membangun dan melayani umat yang bernyala-nyala tampak dalam kepribadian Rm. Lohuis. Semua itu sangat berkesan dalam hati umat. Dalam situasi yang demikian, Tuhan berkehendak memanggil hambanya yang setia ini. Pada tanggal 8 Agustus 1973, di saat sedang bekerja mengangkat tegel untuk penyelesaian rumah pastoran, Pastor Hubertus G.J.A. Lohuis O. Carm dipanggil ke pangkuan Bapa karena serangan jantung. Semoga Bapa menerima puteraNya yang tercinta ini di sisi-Nya. Amin.

Gereja paroki pertama yang berbentuk salib ini, kemudian pada tahun 1989 akhirnya dibongkar, dengan alasan :
1. Tembok gereja sudah banyak yang retak
2. Terlalu dekat dengan jalan raya, sehingga mengganggu suasana peribadatan
Karena itulah, Rm. Bernardus Suoedarmojo O. Carm, yang menjabat pastor paroki waktu itu, berinisiatif membangun gedung gereja baru berbentuk joglo. Jaraknya dari jalan raya kurang lebih 30 meter kea rah Timur. Pelindung gedung gereja baru dipakai nama PAROKI HATI TERSUCI MARIA. Dengan demikian, sejak itu, nama pelindung paroki berganti dari MARIA ANNUNCIATA menjadi HATI TERSUCI MARIA. Alasannya, karena hari raya pelindung Maria Annuciata selalu jatuh pada masa Prapaskah.

Namun, karena secara hukum, berdirinya Paroki Lodalem beratasnamakan Maria Annunciata, berdasarkan pertimbangan Bapak Uskup dan Dewan Pastoral Paroki, pelindung Paroki Lodalem akhirnya sejak 2009 dikembalikan pada perlindungan MARIA ANNUNCIATA.

Berkembangnya Paroki Maria Annunciata
Teritorial pelayanan Paroki Lodalem meliputi dua wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kalipare dan Sumber Pucung. Paroki Maria Annunciata terbagi dalam kelompok paguyuban umat beriman yang disebut dengan stasi atau wilayah, yaitu :
1. Stasi St. Maria Bunda Karmel di Tumpak Rejo, berdiri 1970. Sebelumnya berada dalam territorial Paroki Ratu Damai - Purworejo
2. Stasi St Yohanes di Sidodadi, berdiri 1968. Sebelumnya berada dalam territorial Paroki Ratu Damai - Purworejo
3. Stasi Ora et Labora di Sumber Pucung, berdiri 1965. Sebelumnya berada dalam territorial Paroki Ratu Damai - Purworejo
4. Stasi St. Petrus di Kedung Waru, berdiri 1975
5. Stasi St. Stephanus di Panggang Lele, berdiri 1975
6. Wilayah St. Paulus di Lodalem, berdiri 1975
7. Stasi Kaliasri, berdiri 2001, pemekaran dari stasi Tumpakrejo
8. Stasi Kalitelo, berdiri 2010, pemekaran dari stasi Kaliasri

Read more: http://oemka.blogspot.com/2011/03/tentang-paroki-lodalem_09.html#ixzz1Gg0qn9iI

Sumber : http://lodalem.blogspot.com/2011/03/sejarah-paroki-lodalem.html

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP