Kamis, 08 Maret 2012

Sejarah dan Profil Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung

Masa Pra – Paroki

Sejarah Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung berkaitan erat dengan keberadaan Perguruan Tinggi Sanata Dharma di Mrican. Keberadaan Universitas tersebut membawa perkembangan baru dalam kehidupan gereja paroki Kristus Raja Baciro. Ketika itu, sekitar tahun 1964, pastor paroki dipegang oleh Romo Joannes Stormmesand, SJ. Di sekitar Universitas Sanata Dharma ada dua lingkungan (dulu: Kring) di wilayah Baciro yaitu lingkungan Mrican dan lingkungan Kolombo.

Untuk mengikuti perayaan Ekaristi, termasuk pada hari Minggu, umat di kedua lingkungan tersebut tidak perlu jauh-jauh pergi ke gereja Baciro, melainkan cukup ke kapel Sanata Dharma. Setiap hari dan hari Minggu di selenggarakan perayaan Ekaristi. Inilah cikal bakal Stasi Mrican yang dalam menjaga kontak dengan paroki Baciro, sebulan sekali perayaan ekaristi di kapel Mrican di pimpin oleh romo paroki Baciro.

Melihat adanya benih perkembangan umat tersebut, Romo Joannes Stormmesand , SJ mulai membina umat, agar menjadi stasi tersendiri, dengan harapan kelak akan berkembang menjadi sebuah paroki. Usaha ini diwujudkan antara lain dengan memberkati suatu ruangan di rumah keluarga Bapak A.M, Djajus menjadi kapel untuk peribadatan dan sekaligus sebagai tempat pendidikan agama.

Pada tahun 1967 terjadi pergantian romo paroki Baciro dari romo Joannes Stormmesand , SJ ke romo Antonius Prodjosuto, SJ. Pergantian ini membawa perbedaan kebijakan dalam penggembalaan jemaat. Romo ini menghendaki agar kegiatan di seluruh wilayah paroki Baciro dipusatkan di gereja paroki. Akan tetapi, kebijakan itu berubah lagi ketika beliau di gantikan oleh Romo Franciscus Xaverius Tan Soe Ie, SJ pada tahun 1970. Beliau sangat menekankan agar kegiatan-kegiatan umat berkembang di lingkungan-lingkungan. Hal itu di teruskan oleh pengganti beliau pada tahun1977 yaitu romo Aloysius Utoyo Pr. Bahkan Romo Aloysius Utoyo memberikan perhatian khusus pada kegiatan di lingkungan-lingkungan yang berada di bagian utara paroki Baciro.

Pada masa kepemimpina romo Romo Franciscus Xaverius Tan Soe Ie, SJ dan romo Aloysius Utoyo, Pr lingkungan Mrican dan Kolombo dibina dan dikembangkan dan kedua lingkungan itu dimekarkan menjadi beberapa lingkungan. Ini terjadi pada tahun 1978. lingkungan Mrican dikembangkan menjadi 4 lingkungan yaitu Mrican, Pringgodani, Karangasem dan Deresan. Lingkungan Kolombo dikembangkan menjadi lingkungan Kolombo, Kepuh, Demangan dan Ambarukmo serta Janti.

Kegiatan di Kapel Sanata Dharma terbatas pada kegiatan Ekaristi saja. Akan tetapi, sesuai dengan perkembangan umat, kegiatan diperluas dengan penerimaan Sakramen-sakramen lain: Sakramen Tobat, penerimaan Komuni Pertama, Sakramen Baptis, Sakramen Krisma dan Sakramen perkawinan. Frekuensi perayaan Ekaristi juga dikembangkan menjadi 2 kali yaitu Sabtu sore dan Minggu pagi.

Perkembangan jumlah umat ini menimbulkan gagasan menjadikan wilayah ini sebuah stasi yaitu stasi Mrican. Perkembangan umat dengan segala kegiatan ini menuntut cara penggembalaan yang berkembang pula yaitu ditunjuknya salah seorang Romo Sanata Dharma membantu penggembalaan umat di paroki Baciro utara ini yaitu romo Franciscus Assisi Susilo, SJ membantu romo paroki Baciro.


Pada saat Romo Franciscus Assisi Sulio, SJ memulai tugas yaitu tahun 1980, beliau sangat merasakan umat dengan segala kegiatan membutuhkan wadah untuk berkoordinasi. Oleh karena itu, dibentuklah sebuah “Dewan Stasi” dengan struktur seperti dewan paroki yang di ketuai oleh bapak Gregorius Agung Karyono. Dewan stasi ini secara rutin bersidang dengan berpusat di Kapel Sanata Dharma. Secara informal telah berdiri “Stasi Mrican”. Dengan persetujuan dari provincial SJ sejak 1 Juli 1981. Keuangan stasi Mrican di kelola sendiri oleh Dewan Stasi. Sejak itu dewan stasi membuat perencanaan anggaran pendapatan dan pengeluaran sendiri.

Dalam rangka penerimaan Sakramen Krisma, pada tahun 1982 romo Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang berkunjung ke paroki Baciro, kesempatan ini digunakan oleh para wakil umat stasi Mrican untuk berdialog dengan romo vikaris dan mengemukakan keinginan untuk stasi Mrican ditingkatkan menjadi sebuah paroki. Keinginan itu ditanggapi secara positif dan secara resmi mendirikan Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM) di wilayah gereja St. Ignatius Mrican.

Masih pada tahun yang sama, para wakil umat berkesempatan bertemu dengan provisial SJ yaitu romo Julius Darmaatmaja, SJ. Kepada beliau di kemukakan keinginan untuk dapat menggunakan kapel Santo Ignatius Sanata Dharma sebagai gereja paroki. Pada dasarnya tidak berkeberatan, tetapi perlu dibicarakan dengan Yayasan Sanata Dharma.

Dengan Surat Keputusan No. 002/II/1983, tanggal 1 Februari 1983, Pengurus Gereja dan Papa Miskin membentuk suatu Panitia Persiapan Pendirian Paroki Mrican, yang di ketuai oleh bapak Agustinus Tutoyo. Panitia ini mempunyai tugas utama untuk mempersiapkan pembangunan panti Paroki dan pastoran termasuk pengadaan tanah dan dananya. Sementara itu permohonan penggunaan Kapel Sanata Dharma sebagai gereja paroki kepada dewan pengurus dan Kurator Yayasan Sanata Dharma telah dikabulkan dengan SK No, 042/AK. 84, tanggal 25 Juli 1984. Perkembangan umat pun terjadi dengan dipecahnya lingkungan Kepuh menjadi lingkungan Kepuh dan Samirono.

Setelah enam tahun menjabat sebagai pastor stasi, pada tahun 1986 romo Franciscus Assisi Susilo, SJ mendapat tugas belajar di Amerika. Tugas beliau dilimpahkan kepada romo Yohanes Madyasusanta, SJ. Pada tahun ini juga romo paroki Baciro di gantikan oleh romo Aloysius Wahya Soedibya, Pr dan di Bantu oleh romo Petrus Supriyanto, Pr. Pada saat itu pula terjadi perubahan lingkungan yaitu lingkungan Ambarukmo menjadi lingkungan Nologaten masuk stasi Mrican dan daerah selatan jalan Solo masuk paroki Baciro. Perkembangan lain juga terjadi di lingkungan Pringwulung pada tahun 1987 yang semula masuk paroki Banteng kini bergabung dengan stasi Mrican. Dengan penggabungan ini satasi Mrican memiliki 11 lingkungan yaitu lingkungan- lingkungan: Mrican, Kepuh, Kolombo, Samirono, Karangasem, Pringwulung, Kuningan, Pringgodani, Deresan, Ngropoh dan Nologaten. Berikutnya, lingkungan Pringwulung dipecah menjadi tiga lingkungan: yaitu Pringwulung I, II dan III, sehingga jumlah lingkungan menjadi 13 lingkungan.

Panitia Pembangunan Paroki yang telah dibentuk pada tahun 1983 telah berusaha untuk mendapatkan tanah dan dana untuk membangun panti paroki dan pastoran. Oleh karena masa baktinya berakhir, maka pada tanggal 15 mei 1989 dikeluarkan surat keputusan pastor kepala paroki baciro, Aloysius Wahyasudibya, Pr. No. 001/Rm.P./SK.P/DPGKRB/V/89 tentang pengangkatan panitia pembangunan gereja Mrican masa bakti 1989 – 1992 terhitung sejak 15 Mei 1989. Panitia ini di ketuai oleh bapak Johanes Baptista Daliyo, SH, dengan tugas pokok membangun gedung gereja. Saat itu sudah ada perubahan rencana. Kapel Sanata Dharma sudah tidak lagi direncanakan untuk gereja paroki. Umat menghendaki memiliki gereja, panti paroki dan pastoran sendiri. Keuskupan mendukung dengan menyediakan sebidang tanah di Pandean, Condong Catur, Depok Sleman, seluas 3165 M2.

Panitia mengalami kendala untuk mendapatkan ijin prinsip mendirikan gereja di Pandean Condong Catur ini. Ketika terjadi penggantian pejabat Bupati Sleman, panitia mengemukakan kebutuhan umat katolik desa Caturtunggal dan Condong Catur Sleman untuk mendirikan tempat ibadat. Bupati yang baru tanggap dan menaruh perhatian dan mengusahakan tukar guling tanah kas desa di Pringwulung yang mayoritas penduduknya beragama katolik. Dengan tukar guling tanah milik gereja di Pandean dengan tanah kas desa di Pringwulung. Panitia bekerja keras menghimpun dana untuk membangun gereja. Pada periode kedua, panitia pembangunan gereja tahun 1993 – 1996 yang di ketuai oleh bapak Johanes Baptista Daliyo, SH dan pengarahan romo stasi Mrican Romo Johanes Madyasusanto, SJ pembangunan gedung gereja di Pringwulung dapat diselesaikan.

Sejalan dengan penyiapan pembangunan gereja di atas, penyiapan umat juga di antisipasi. Dengan selesainya pembangunan gereja umat stasi Mrican di Pringwulung, maka penggembalaan umat stasi Mrican ditangani oleh romo paroki Baciro yaitu romo Johanes Murtono Harjono, Pr. Yang kemudian di gantikan oleh romo Aloysius Wahyasudibya, Pr dibantu oleh romo Simon Atas Wahyudi, Pr. Dengan kesepakatan umat stasi Mrican dan panitia gereja di Pringwulung memilih Santo Yohanes Rasul sebagai pelindungnya dan akan menjadi paroki Pringwulung sesuai dengan domisili gereja.


Masa Paroki Administratif

Setelah pembangunan gedung gereja selesai, pada tanggal 27 Desember1996 turunlah surat keputusan bahwa stasi Mrican di tingkatkan statusnya menjadi Paroki Administratif Santo Yohanes Rasul Pringwulung. Dengan berdirinya paroki administratif St. Yohanes Rasul Pringwulung, diangkatlah romo Simon Atas Wahyudi, Pr sebagai romo Paroki Administratif Santo Yohanes Rasul Pringwulung. Masa Paroki Administratif ini tergolong singkat, hanya satu tahun. Tidak banyak peristiwa terjadi pada masa paroki administrasi ini.

Masa Paroki

Satu tahun berikutnya ialah 27 Desember 1997 status paroki administratif ditingkatkan menjadi paroki mandiri dengan romo kepala parokinya yaitu Romo Simon Atas Wahyudi, Pr. Wilayah paroki St.Yohanes Rasul Pringwulung ini terletak dalam teritorial pemerintahan desa/kelurahan Caturtunggal, Kelurahan Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman serta Kelurahan Demangan Kecamatan Gondokusuman Kodya Yogyakarta.

Secara teritorial gerejani paroki Pringwulung berbatasan dengan sebelah timur : Paroki Santa Maria Assumpta Babarsari, sebelah utara paroki Petrus Paulus Minomartani, sebelah barat Paroki Keluarga Kudus Banteng dan Paroki Santo Antonius Kotabaru dan sebelah selatan paroki Kristus Raja Baciro.

Kemudiaan pada tanggal 1 Agustus 2002 Romo Simon Atas Wahyudi, Pr digantikan oleh Romo Bonifasius Benny Bambang Sumintarto, Pr. Pada masa kepemimpinan Rm Benny ini paroki berusaha untuk memekarkan pelayanan. Oleh karena itu dipikirkan adanya sarana dan prasarana pendukung, yaitu tempat. Maka paroki berusaha membeli tanah sekitar Gereja. Tanah tersebut milik desa. Proses pembelian tanah ini ternyata tidak mudah dan memakan waktu yang sangat panjang. Hingga tahun 2008 sudah tiga setengah tahun proses pengurusan dan belum selesai. Setelah 6 tahun berkarya Rm. Bonifasius Bambang Sumintarto, Pr, digantikan oleh Rm Ignatius Sukawalyana, Pr pada bulan Juli tahun 2008.

Pada awal masa kepemimpinan Rm Ignatius Sukawalyana, Pr. ini, beberapa lingkungan dimekarkan. Hal ini sejalan dengan adanya pembaharuan Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang yang diresmikan pada tahun 2004. Dari 13 lingkungan yang telah ada semenjak paroki berdiri dikembangkan menjadi 21 lingkungan. Masing-masing lingkungan terdiri dari 20-50 kepala keluarga. Pemekaran lingkungan ini dimaksudkan supaya semakin banyak umat yang terlibat dalam kehidupan menggereja. Di samping itu juga memudahkan pelayanan dan administrasi. Pada bulan Januari 2011 Lingkungan Albertus Magnus Deresan dimekarkan menjadi 2 lingkungan yaitu Albertus Magnus Deresan dan Thomas Aquinas Karanggayam. Dengan demikian sejak bulan Januari 2011 jumlah lingkungan menjadi 22 lingkungan. Dari 22 lingkungan itu dikelompokkan dalam 5 wilayah yaitu wilayah Santo Petrus (4 lingkungan), wilayah Benedictus (4 lingkungan), wilayah Patrisius (4 lingkungan), wilayah Ignatius Loyola (4 lingkungan) dan wilayah Yakobus (6 lingkungan).

Kekhasan paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung adalah banyaknya rumah komunitas susteran, komunitas karya dan biara di Pringwulung. Terdapat 22 rumah Komunitas susteran, 2 biara, dan 2 rumah tua (Domus Pacis dan Rumah istirahat Uskup Emeritus Prajasuta MSF), masih lagi beberapa rumah karya seperti Realino, Kampus Ministry, CB Samirono, dan kuwera. Yang juga menjadi tanda sangat kuat adalah hadirnya orang muda yang menutut ilmu di perguruan-perguruan tinggi di sekitar Yogyakarta. Orang muda itu yang sedang belajar itu sebagian besar tinggal diwilayah teritorial Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung dengan menyewa kamar kost atau rumah kost. Namun mereka tidak banyak terlibat di lingkungan. Sejauh ini yang sangat kuat dirasakan oleh paroki adalah bahwa mereka hadir dalam perayaan ekaristi hari Minggu di gereja Paroki.

Pada tanggal 13 Juli 2009 Panitia Peduli Gereja (PPG) selaku Panita Ad Hoc yang ditugasi oleh Dewan Paroki untuk mengurus proses pembelian tanah kas desa telah berhasil menyelesaikan pembelian tahah tersebut seluas 5.646 meter persegi. Dan sampai tahun 2010 ini pembuatan sertifikat atas tanah tersebut sedang dalam proses. Sesuai dengan pedoman harta benda paroki maka sertifikat tanah tersebut akan diatasnamakan PGPM Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung. Oleh karena itu jumlah luas tanah keseluruhan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung kurang lebih 10.000 meter persegi.

Mengakhiri narasi profil paroki ini, dituliskan teropong ke depan sehubungan dengan akan hadirnya lembaga sosial gereja milik Keuskupan Agung Semarang yang akan membangun kantor dan pusat pelayanannya di tanah gereja paroki Paringwulung yaitu Karina KAS. Kehadiran Karina KAS di Pringwulung akan sangat mempengaruhi suasana paroki di masa yang akan datang. Semoga seiring dengan gerak paroki yang titik beratnya membuat reksa pastoral rohani bagi umat seluruhnya, berkembang pula reksa pastoral sosial ekonomi bagi umat paroki dan masyarakat pada umumnya.

Seluruh gerak kegiatan paroki ini ke depan senantiasa ditempatkan dalam visi-misi paroki Santo Yohanes Rasul yaitu mewartakan sabda Tuhan, mengembangkan rahmat Allah, mengungkapkan dan mewujudkan iman dalam hidup menggereja dan hidup memasyarakat dengan penuh syukur hingga segala lidah mengaku: ”Yesus Kristus adalah Tuhan”, dan bagi kemuliaan Allah Bapa. Sekian dan terimakasih.


Disarikan dari Buku Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki (PPDP) Paroki Pringwulung.

Sumber : http://pringwulung.org/main-menu/tentang-paroki/sejarah/

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP