Sejarah Gereja Katolik St. Yohanes Rasul Paroki Kutoarjo
Sejarah
Berbicara tentang awal mula berdirinya gereja Katolik di Kutoarjo tidak dapat lepas dari karya misi para suster Konggregasi Amal Kasih Darah Mulia sejak tanggal 20 Juni 1933.
Adapun para suster yang terpilih untuk bertugas di Jawa, terutama Kutoarjo adalah :
1. Muder Amanda
2. Suster Thresia
3. Suster Gidia
4. Suster Romana
5. Suster Salome
Selama melakukan karyanya di Kutoarjo, mereka mendiami bekas rumah tinggal Bupati Purworejo (susteran sekarang), yang kemudian semenjak tahun 1952 bangunan tersebut telah menjadi milik Konggregasi. Pada waktu itu Kutoarjo masih menjadi salah satu stasi dari Paroki Purworejo. Dikarenakan jarak tempuh Kutoarjo-Purworejo yang cukup jauh, maka setiap penyelenggaraan perayaan Ekaristi bagi umat Kutoarjo diadakan di Kapel susteran Amal Kasih Darah Mulia.
Perkembangan umat Katolik Kutoarjo semakin meningkat. Oleh sebab itu muncul ide tentang perlunya pengadaan tempat ibadah (gereja). Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka umat diluar stasi Purworejo, khususnya Kutoarjo, mengajukan permohonan kepada keuskupan Purwokerto, agar di wilayah Jawa Tengah bagian selatan perlu didirikan sebuah gereja baru.Keuskupanpun menyanggupi, dengan syarat gereja harus dibangun dijalan utama jalur antara Purworejo-Karanganyar-Purwokerto. Akhirnya pada tahun 1935, Kutoarjo mendapatkan kehormatan dengan dibangunnya gereja dan sebuah pastoral meskipun masih sangat sederhana, yang dilanjutkan dengan pembaptisannya. Adapun kerangka dan material bangunanya diperoleh dari bekas gudang pabrik gula di Jenar-Purwodadi.
Pada tahun 1938 dilakukan pemugaran pertama gereja berikut pastoralnya karena dianggap masih kelihatan begitu miskin serta dindingnya yang telah berlumut dan lembab. Tahun 1950/1951 gereja mulai tampak rapuh. Atas inisiatif dari guru-guru Katolik dan didukung oleh orang tua murid disekolah SR Kanisius, disepakati adanya gagasan untuk mencari tambahan dana guna mengadakan perbaikan-perbaikan gereja. Perbaikan mulai terwujud pada tahun 1953 setelah dana terkumpul, dimana dana tersebut diperoleh dari bantuan Keuskupan sebesar 50% dari total seluruh anggaran, dan sisanya ditanggung oleh umat.
Jumlah umat dari tahun ke tahun makin bertambah besar. Setiap perayaan Paskah dan Natal, kapasitas gereja tidak lagi mampu menampung jumlah keseluruhan umat. Sehingga dalam setiap perayaan-perayaannya, panitia selalu membuat tenda dihalaman muka gereja. Oleh karena itu, muncul pemikiran baru untuk memperbesar dan memperluas gereja. Tahun 1966, berdasarkan hasil musyawarah tokoh-tokoh umat Katolik di Kutoarjo, mereka kembali mengajukan permohonan perbaikan dan perluasan pembangunan gereja kepada Keuskupan Purwokerto. Akan tetapi, Majelis Umat Katolik Kutoarjo menghendaki agar kegiatan tersebut ditangani sendiri oleh umat Katolik Kutoarjo.
Berdasarkan hasil perundingan dengan Keuskupan Purwokerto, umat Katolik di Kutoarjo diijinkan untuk membentuk kepanitiaan pembangunan gereja. Dalam pembangunan perbaikan gereja tersebut Keuskupan Purwokerto memberikan bantuan berupa 2kg emas. Dengan kekurangan dana yang ada, umat Kutoarjo tidak tinggal diam, yaitu dengan cara tetap berusaha mencari tambahan dana serta mempersiapkan tenaga-tenaga sukarela. Diluar dugaan ternyata banyak berdatangan sumbangan tenaga dari stasi-stasi, bahkan terdapat pula sumbangan yang berasal dari masyarakat bukan Katolik.
Dengan perjuangan keras umat Katolik di Kutoarjo, maka pembangunan gerejapun dapat dilaksanakan, dan berjalan dengan lancer. Selama gereja mengalami pembangunan, perayaan Ekaristi untuk sementara dilaksanakan di kediaman keluarga Bp.Purbowijoto (Bp. H J Hendro Hartono) yang beralamat di Jalan Tanjunganom 42, Kutoarjo. Pembangunan yang berlangsung selama 1 tahun tersebut menghasilkan bentuk bangunan gereja dan pastoran baru yang terletak di Jalan Marditomo Kutoarjo sekarang ini.
Sumber : http://www.parokikutoarjo.org/p/sejarah.html
0 comments:
Posting Komentar