Paroki Santo Mateus Depok II Tengah
Mengawali Sebuah Jemaat
Pada dasawarsa tujuhpuluhan, pemerintah mulai membangun banyak kompleks pemukiman-pemukiman baru di sekitar Jabodetabek. Perumnas memrakarsai pembangunan pemukiman di Klender, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Perumnas Depok II Timur dan Depok II Tengah dibangun setelah suksesnya pembangunan pemukiman di Depok Jaya. Perumnas Depok II Tengah mulai dihuni pada sekitar bulan April 1979, dengan penghuni mayoritas para Pegawai Negeri dan anggota ABRI.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan Juli 1979, misa pertama di Depok Tengah dilakukan di rumah keluarga Bp. R. J. Suhardji (Jln. Rebab), dipimpin oleh Romo R. Koesnen OFM, pastor dari Paroki St. Paulus, Depok Lama. Sedangkan misa kedua dilakukan di rumah keluarga Bp. Sukoco (Jl. Beringin), dipimpin oleh Romo J. Suparman Pr, pastor dari Paroki Keluarga Kudus, Cibinong, yang juga pada saat itu menjabat sebagai Vikjen Keuskupan Bogor. Secara geografis, wilayah Depok Tengah berada di sebelah kanan Sungai Ciliwung (dari arah Bogor). Oleh karenanya, sesuai dengan peta pelayanan jemaat & paroki-paroki di Keuskupan Bogor, maka reksa pastoralnya berada di bawah tanggungjawab paroki Cibinong, meskipun letaknya lebih dekat dengan Depok Lama.
Pada tanggal 21 September 1979, beberapa orang tokoh umat berinisiatif untuk mengadakan pertemuan bersama wakil-wakil Umat Katolik penghuni Perumnas Depok II Tengah bersama Rm. Koesnen OFM (Depok Lama) dan Rm. Benedictus Sudjarwo Pr (Pastor Paroki Cibinong). Disepakati untuk membagi Wilayah Depok Tengah menjadi 4 Kelompok. Kelompok I, terdiri dari umat yang tinggal di daerah yang bernama jalan kerajaan dan tarian. Kelompok II, dengan nama alat musik. Kelompok III, dengan nama pohon, dan kelompok IV, dengan nama wayang. Sedangkan reksa pastoral dipercayakan kepada Rm. R. Koesnen OFM. Dua bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 November 1979, oleh Rm B. Sudjarwo Pr (Pastor Paroki Cibinong), Depok II Tengah ditetapkan statusnya sebagai Lingkungan St. Mateus, bagian dari Paroki Cibinong. Sebagai ketua lingkungan, ditunjuklah Bp. R.Y. Suhardji (1979-1980), kemudian Bp. St. Yos Sutardjo (1980-1981).
Menjadi Sebuah Gereja Mandiri
Perkembangan jumlah umat telah menuntut pendampingan pembinaan iman yang serius. Dalam suasana yang serba darurat, "gereja diaspora" ini berusaha terus untuk menjadi gereja yang mandiri. Pemukiman Depok II Tengah, sebagaimana pemukiman-pemukiman lain yang dibangun oleh Perum Perumnas, dihuni oleh warga yang berasal dari bermacam-macam latar belakang. Warga yang beragama Katolikpun mendapat fasilitas tanah untuk keperluan rumah ibadatnya, seluas 1000 meter persegi, di persilangan Jalan Sadewa dan Jalan Nakula. Pada tanggal 11 Januari 1980 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja St. Mateus oleh Rm. J. Suparman Pr, Vikjen Keuskupan Bogor. Panitia Pembangunan diketuai oleh Bp. S. Parnoto. Dengan demikian, status Lingkungan St. Mateus kini ditingkatkan lagi menjadi Stasi St. Mateus, Depok II Tengah. Kelompok-kelompok umat yang telah ada, kini berubah menjadi Lingkungan I St. Petrus, Lingkungan II St. Paulus, Lingkungan III St. Ignatius, Lingkungan IV St. Yohanes, dan Lingkungan V St. Gregorius Agung (yang sebenarnya merupakan pemecahan dari Kelompok I).
Gedung gereja St. Mateus dibangun dengan swadaya umat Depok Tengah sendiri. Perlahan-lahan, bahkan seperti terseok-seok pada awalnya. Buah perjuangan berat ini menjadi nyata, ketika pada tanggal 29 September 1985, Mgr. Ignatius Harsono Pr, Uskup Bogor pada saat itu, memberkati dan meresmikan gedung gereja St. Mateus. Pelayanan pastoral umat masih dilakukan bergiliran oleh para pastor dari Depok Lama, Cibinong, dan Bogor. Baru setahun kemudian, tepatnya tahun 1986, Romo Markus Gunadi OFM dari Paroki Depok Lama, ditugaskan menangani reksa pastoral umat Depok Tengah.
Perkembangan Stasi St. Mateus tak mungkin hanya mengandalkan sebuah kompleks perumahan. Kawasan perumahan di sekitar Jabodetabek pada dasawarsa delapanpuluhan dan sembilanpuluhan, berkembang bak jamur di musim hujan. Pimpinan Keuskupan Bogor pada waktu itu melihat bahwa bertambahnya kompleks pemukiman baru telah menjadi peluang yang baik untuk mengembangkan Paroki dan Stasi-stasi di sekitar Depok dan Cibinong.
Umat katolik yang tinggal di pemukiman-pemukiman baru di luar Perumnas Depok II Tengah dihimpun dalam sebuah kelompok jemaat baru, yang kemudian pada tanggal 17 Juni 1988, diresmikan dengan nama Lingkungan VI St. Perawan Maria , meliputi kompleks pemukiman yang amat luas Griya Lembah Depok, Mutiara Depok, Pondok Sukmajaya, Depok Asri, Gema Pesona, Cilodong, Cikumpa, Swatama, Kebon Duren, Persahabatan, Pondok Rajek, Alam Indah, dan Puri Mulia. Pada tahun 1994, lingkungan yang amat luas dan besar ini dipecah menjadi dua lingkungan. Lahirlah Lingkungan VII St. Joseph . Sejak saat ini, Lingkungan St. Perawan Maria hanya meliputi perumahan Griya LembahDepok, Pondok Sukmajaya, dan Mutiara Depok.
Persiapan Menjadi Paroki
Pada pertengahan tahun 1989, Romo Diaz Viera SVD, Pastor Paroki Cibinong menyiapkan langkah untuk semakin memandirikan stasi-stasi kawasan utara. Rencana ini didukung oleh umat setempat maupun oleh Uskup Bogor. Romo J. Hardono Pr, ditugaskan untuk menyiapkan Stasi St. Mateus, sebagai Pastor Kapelan yang menetap/berdomisili di tengah-tengah umatnya langsung. Pendataan dan pendaftaran umat dilakukan dengan lebih baik. Pada tanggal 14 Februari 1993, Uskup Bogor memperkenankan Stasi ini memiliki BUKU BAPTIS sendiri. Itulah tanggal pencatatan pertama pembaptisan yang dilakukan di wilayah Stasi St. Mateus dalam buku sendiri. Sebelumnya, semua pembaptisan dicatat di Paroki Keluarga Kudus, Cibinong.
Pastor yang menetap berikutnya adalah Rm. Agustinus Surianto Pr, yang bertugas di sini hanya sembilan bulan sepuluh hari (11 Sept 1993 - 21 Juni 1994). Pada pertengahan 1994 ia ditugaskan oleh Mgr. Leo Soekoto SJ, Administrator Apostolik Keuskupan Bogor pada waktu itu, untuk menjadi Ekonom Keuskupan Bogor dan Direktur Percetakan GMY di Bogor. Penggantinya adalah Rm. Anton Dwi Haryanto Pr., seorang imam muda yang baru saja ditahbiskan pada tanggal 11 Juni 1994. Pastor muda kelahiran Rangkasbitung yang ramah ini, mencoba menjalin relasi yang amat baik dengan masyarakat di sekitar gereja, dan mencoba menghadirkan gereja sebagai "pembawa damai" di tengah-tengah masyarakat di Depok Tengah.
Usaha menyiapkan Stasi St. Mateus menjadi sebuah Paroki tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran yang ekstra besar. Bahkan, stasi ini didahului oleh Stasi St. Markus, Depok Timur, yang telah mendapat peningkatan status menjadi Paroki beberapa tahun lebih dulu. Memang agak ganjil kelihatannya. Pertama, karena kedua pusat Stasi terletak dalam satu kecamatan yang sama. Kedua, ketika Depok Timur menjadi Paroki, ia memotong Paroki Keluarga Kudus Cibinong menjadi dua bagian yang terpisah, dengan menyisakan Depok Tengah di ujung baratnya, yang berbatasan dengan Paroki St. Paulus Depok Lama.
Gembala yang mendapat tugas membidani proses metamorfosa Stasi Depok Tengah menjadi Paroki Depok Tengah adalah Rm. Thomas Saidi, yang bertugas di sini sejak 25 Januari 1998. Sedangkan pastor Paroki Cibinong pada saat itu adalah Rm. A. Adi Indiantono Pr. Pada Hari Raya Pentakosta, 11 Juni 2000, setelah melalui perjalanan menggereja yang sangat panjang, umat Stasi Depok Tengah mendapat hadiah besar, ketika Mgr. Michael Angkur OFM meningkatkan status Depok Tengah menjadi Paroki St. Mateus, Depok Tengah.
Kini, Paroki Depok Tengah digembalakan oleh Rm. Robertus Eeng Gunawan.
Nama Pelindung : Santo Mateus
Alamat : Jl. Sadewa Raya No. 1, Depok II Tengah 16411
Telepon (021) 77822031 Fax. (021) 7701614
Romo Paroki: RD. Alfonsus Sutarno
Jadwal Ekaristi :
Harian : Pukul 05.30WIB
Jumat I : Pukul 19.00 WIB
Sabtu : Pukul 18.00 WIB
Minggu : Pukul 07.30 WIB
Sumber : http://www.keuskupanbogor.org/paroki/depokIItengah.htm
0 comments:
Posting Komentar