Sejarah Gereja Paroki Santo Thomas Rasul Bedono
Pada Rapat Konsultores Keuskupan Agung Semarang Selasa, 8 April 2008, dibicarakan kemungkinan Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono menjadi paroki mandiri. Dalam pembicaraan Uskup dengan Provinsial SJ disepakati demikian. Dan sementara ini Dewan Paroki Ambarawa sedang mempersiapkan pelepasan Paroki Bedono pemekaran. Pada waktu perayaan Ekaristi Rabu, 30 April 2008, Rama Ponco, SJ Pastor Kepala Paroki, yang memimpin perayaan Ekaristi, sewaktu homili mengutarakan sementara misa tersebut di pastoran Ambarawa sedang diadakan rapat DP mengenai pemekaran paroki tersebut.
Dalam rangka itu diupayakan PPDP Ambarawa dan Bedono telah selesai digarap sebelum pemekaran, agar dipastikan batas-batas wilayah paroki-paroki tersebut. Kita berdoa agar benih-benih iman bertumbuh pada tanah yang baik.
SEJARAH GEREJA PAROKI SANTO THOMAS RASUL BEDONO
Penetapan Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono menjadi paroki mandiri, ditetapkan dengan Surat Keputusan Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, tanggal 7 Agustus 2008, nomor 0748/B/I/b-14/08, dan perayaan Ekaristi peresmian pada tanggal 31 Agustus 2008 dipimpin oleh Mgr. Ignatius Suharyo Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang didampingi Romo Provinsial Serikat Jesus.
Pastor yang dibenum pertama kali untuk menjadi Pastor Kepala Paroki Santo Thomas Rasul Bedono adalah Rm. Stephanus Koko Pudjiwahyulistyono, Pr. Pembenuman Rm. Stephanus Koko Pudjiwahyulistyono, Pr sebagai Pastor Kepala Paroki Santo Thomas Rasul Bedono melalui Surat Keputusan Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang tanggal 7 Juni 2008 nomor 0533/A/VIII/6/08.
Cinta Akan Rumah-Mu Menghanguskan Aku
(Buku Peringatan 50 Tahun Gereja St. Thomas Rasul Bedono)
Periode 1894.....
"Dalam tahun 1894-1895 ada 340 orang Jawa yang diterima dalam Gereja Katolik: 47 orang yang dulu Protestan, "expletis ceremonis" artinya dengan menerima upacara pelengkap dari Sakramen Permandian; yang lain dengan menerima Sakramen Permandian sendiri. Pusat-pusat utama ialah Bedono dekat Ambarawa, dan Semarang...." (Dr. MPM. Mus Kesn Pr, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jakarta 1973, II b Hal. 844).
Melihat kutipan tersebut diatas dengan jelas bahwa sebenarnya Bedono pada mulanya merupakan salah satu tempat utama daerah perkembangan umat Katolik di Jawa Tengah, bahkan dibandingkan dengan Ambarawa, Bedono lebih dahulu berkemang. Mengapa pada akhirnya perkembangan Bedono tidak secerah Ambarawa?
Salah satu penyebabnya berkenaan dengan penipuan yang dilakukan oleh Bp. Martinus Mertoredjo (Kemis), dia adalah seorang katekis. Saat itu Pastor Franciscus Xaverius Van Lith, SJ berkarya di Bedono, beliau diarahkan oleh Bp. Martinus Mertoredjo kepada fakta yang ada saat itu yaitu bahwa banyak orang desa begitu miskin dikarenakan sawah-sawah mereka digadaikan. Maka olehnya agar sawah-sawah tersebut ditebus, sehingga dapat dikerjakan pemiliknya sendiri, dengan perjanjian separo dari penghasilan diserahkan kepada Pastor untuk pengembalian uang gadai. Dengan harapan petani dapat menggarap tanah milik sendiri.
Atas saran tersebut, Pastor Franciscus Xaverius Van Lith, SJ mau mencobanya, ditebusnya dua sawah, dengan disaksikan para pemilik dan Lurah, lengkap dengan cap, tanda tangan di kertas bermeterai. Namun ternyata semuanya merupakan penipuan belaka, karena setelah tanah ditebus dari gadai petani tetap tidak mengikuti Pastor Franciscus Xaverius Van Lith, SJ dan selanjutnya katekis itu dipecat, hal tersebut berdampak dengan tidak ada perkembangan umat. (Tanah tersebut ada di sebelah barat jalan lapangan Bedono membujur dari timur ke barat sampai dusun Lendoh sejajar dengan jalan Genting, dulu merupakan milik misi). Seorang tokoh tua (Agustinus Darsono, alamarhum Agustus 2008) mengatakan bahwa tempat yang dipakai untuk menyelenggarakan kegiatan Pastor Franciscus Xaverius Van Lith, SJ berkarya berada di sebelah timur laut lapangan Bedono. Dan beliau mengatakan bahwa tempat tersebut dipergunakan oleh Bp. Martinus Mertoredjo sebagai tempat untuk menyimpan kayu curian.
Periode 1933-1937
Akibat dari pemecatan katekis tersebut perkembangan umat dapat dikatakan 'tidur', tidak ada perkembangan. Baru pada tahun 1933 Bedono tampak menggeliat lagi. Di Bedono mulai ada umat Katolik lagi, tertutama pada pendatang yang bertugas sebagai guru.
Pada tanggal 1 Juli 1933 di Bedono didirikan sekolah Volks School di rumah Bp. Kalibanger / Bp. H. Merto / Bp. Sulistya Kumpul, sekolah ini diasuh oleh Bp. Thomas Tukiran Padmawihardja (lulus SGB Ambarawa 14 April 1932) dan Bp. Sukardi Dibjosumarto (setelah sepuh di Muntilan). Melalui sekolah inilah awal mula perkembangan agama Katolik di Bedono berkembang lagi, tugas seorang pendidik mempunyai tugas ganda sebagai pendidik dan sebagai katekis.
Perkembangan agama Katolik semakin nyata dengan kedatangan katekis Bp. Purwoatmodjo dari Yogyakarta, yang bertugas di Bedono tahun 1935-1939, dengan hasil 5 orang menerima Sakramen Permandian di Gereja St. Yusup Ambarawa pada tanggal 25 Desember 1935 oleh Pastor YY. Ten Berge, SJ (dikenal dengan nama Indonesia adalah Romo Sugiri, kami masih menyimpan surat menyurat antara Romo Sugiri dengan Bp. Thomas Tukiran Padmowihardja). Kelompok angkatan pertama ini merupakan awal kebangkitan stasi Bedono.
Angkatan pertama adalah:
1. Franciscus Xaverius Darmosiswoyo (Rumad)
2. Ignatius Martotanoyo (Kusban)
3. Frederikus Damiri
4. Yohanes Evangelista Muhadi
5. Tarcicius Kartowiji.
Tahun 1935 Volks School bedono berpindah tempat ke rumah milik Sinder Delik hingga tahun 1937 (rumah Bp. Petrus), tepatnya di sebelah barat Bp. Budi Sulistya (sekarang milik Bp. Pujiono, menjadi pesantren).
Dari rumah inilah Kerajaan Allah mulai berkembang. Untuk pewartaan dibentuklah suatu group Tonil yang saat itu merupakan media yang paling baik, dengan cerita orang-orang suci, sangat mengena di hati masyarakat saat itu, sehingga masyarakat ketagihan akan pertunjukkan Tonil tersebut. Lakon-lakon yang dipentaskan antara lain: lakon Nabi Yusup, Amanah dan Aluamah. (Teknisi Tonil adalah Bp. Siswoyo, guru SR Negeri, bukan umat Katolik).
Katekis Bp. Purwoatmodjo terus meningkatkan kegiatan perutusannya untuk mengajar agama Katolik dengan hasil kelompok kedua: 6 orang menerima Sakramen Permandian oleh Pastor YY. Ten Berge, SJ.
Angkatan kedua adalah:
1. Paulus Djumadi.
2. Stanislaus Sami.
3. Saminah (kakak beradik dengan Sujinah putra Bekel Wawar Kidul).
4. Sujinah.
5. Agustinus Purwojarminto.
Disusul kelompok ketiga menerima Sakramen Permandian oleh Pastor YY. Ten Berge, SJ tanggal 23 Desember 1937:
1. Agustinus Sujak Darsono.
2. Th. Yahmi (menjadi Suster, meninggal tahun 1984).
3. Antonius Wiyarto Pangat.
4. Franciscus Xaverius Timin Dibyosumarto.
5. Paulus Marno Trondol, dan disusul dengan kelompok-kelompok selanjutnya.
Mulai tahun 1939 kebutuhan akan tanah unyuk pendidikan maupun kapel pada saat itu semakin terasa mendesak. Karena pendidikan belum mempunyai tanah untuk berdirinya volkschool, tempat saat itu hanya menyewa dan berpindah-pindah, di samping telah terjadi perselisihan faham mengenai pelajaran agam antara guru-guru volkschool dengan Asisten Residen Jambu, memberi semangat tokoh-tokoh Gereja waktu itu untuk mencari tanah. Melalui perantara Bp. Thomas Tukiran Padmawihardja diperoleh sebidang tanah di pinggir jalan raya dusun Lendoh milik Tuan Mellani (Magelang), dibeli dengan harga f.325 (gulden) oleh Pastor YY. Ten Berge, SJ.
Pada tahun itu juga sekolah volkschool berpindah dari rumah Bp. Petrus (Sinder Delik) ke tempat yang baru dibeli di Lendoh. Di atas tanah inilah yang kelak gereja Santo Thomas Rasul berdiri.
Karena perkembangan Volks School di Bedono sangat baik maka di sekitar daerah Bedono dibangun sekolah-sekolah baru yaitu Volks School Genting, Kaliwinong, Rejosari, Wonokasihan dan Gemawang, semuanya dibangun sekitar tahun 1937.
Pada tanggal 23 Desember 1939 bertempat di Kapel Lendoh, oleh Romo YY. Ten Berge, SJ dipermandikan 4 orang katekumen baru yaitu:
1. Kasman.
2. Kasri.
3. Sastra Rakimin.
4. Tarwito.
Pastor Dieben, SJ yang ditugaskan oleh misa menjabat di Paroki Santo Yusup Ambarawa (tahun 1938-1941) dengan sendirinya juga menangani daerah Bedono. Pastor ini dibantu oleh seorang katekis dari Banyubiru bernama Bp. Parlan untuk mengajar agama yang dilaksanakan di SD Kanisius Bedono.
Periode tahun 1942-1954
Tahun ini merupakan masa-masa kacau di seluruh dunia karena adanya Perang Dunia II. Hampir seuluruh kegiatan orang hidup kacau balau, termasuk kegiatan gerejani. Gereja Katolik mendapat rintangan dari Pemerintahan Jepang. Pastor-pastor dan biarawan-biarawati dari luar negeri banyak yang diinternir atau dibunuh, dalam catatan Sejarah Gereja Indonesia tercatat sebanyak 74 pastor, 47 bruder dan 160 suster dibunuh oleh Jepang.
Kondisi dan situasi yang seperti ini memberi dampak pada umat di Bedono, yaitu banyak umat yang meninggalkan Gereja, kawin di luar Gereja dan pendidikan agama berhenti total. SD Kanisius pun tutup, banyak tenaga pendidik yang meninggalkan tempat bekerjanya, bahkan SD Rejosari dibongkar atas perintah tentara Jepang. Kondisi ini berlangsung sampai tahun 1947.
Setelah pendudukan Jepang berakhir, perang kemerdekaan berkecamuk pada tahun 1945. Pastor PC. Looymans, SJ, pastor ini keturunan Belgia, yang baru beberapa tahun menerima imamatnya mendapat tugas menjadi Pastor Paroki Santo Yusup Ambarawa, Pastor ini membawa angin segar bagi umat Katolik di Bedono. Tugas Pastor PC. Looymans, SJ sangat berat dikarenakan kondisi masih dalam perang kemerdekaan, sedangkan tugasnya sampai Bedono. (desa Bedono merupakan perbatasan wilayah Karesidenan Semarang dengan Karesidenan Kedu) sementara pemahaman masyarakat waktu itu tidak bisa membedakan orang Belanda dan Belgia, umumnya memahami asal hidung mancung berkulit bule semuanya disamakan orang Belanda. Padahal pada saat itu perasaan anti Belanda sedang pada titik klimaks. Dan inilah salah satu penghambat kegiatan Pastor PC. Looymans, SJ.
Ada sebuah kisah yang pernah dialami oleh Pastor PC. Looymans, SJ yaitu ada seorang guru Kanisius bernama Bp. Markus berasal dari Jimbaran Kecamatan Bawen, dicurigai oleh Pemerintah Belanda sebagai mata-mata. Pastor PC. Looymans, SJ diperintah oleh Belanda agar menghadapkan mata-mata yang ada ke Banyubiru. Ini merupakan suatu ujian yang berat, dikarenakan bila bersedia berarti mengorbankan orang Indonesia tetapi kalau tidak berarti menentang Pemerintahan Belanda. Dengan cerdik Romo tersebut meminta kepada Pemerintah Belanda untuk menulis surat panggilan saja, yang akan disampaikan kepada yang bersangkutan. Surat panggilan disampaikan tetapi Bp. Markus disuruh kabur ke Jogyakarta dan pastor pun selamat dari kecurigaan Pemerintah Belanda.
Di bidang keagamaanpun, Pastor PC. Looymans, SJ juga mendapat kesulitan dari Pemerintah Belanda dalam menunaikan tugasnya sebagai imam. Pemerintah Belanda memberikan syarat, setiap Pastor PC. Looymasn, SJ mengajar agama selalu dikawal oleh pasukan Benlanda. Tentunya Pastor PC. Looymans, SJ menolak persyaratan tersebut, di samping itu lama-kelamaan orang-orang tahu bahwa pastor tersebut kebangsaan Belgia.
Kegiatan yang pertama Pastor PC. Looymans, SJ adalah untuk membuka kembali sekolah-sekolah Kanisius yang sudah ditutup oleh tentara Jepang di sekitar Bedono. Usaha Romo yaitu mendatangi Bapak Lurah, orang tua murid, supaya anak-anak diperkenankan masuk sekolah lagi, usaha ini disambut baik oleh masyarakat setempat.
Mulai saat itu pembinaan umat digiatkan lagi, seiring dengan kegiatan gerejani. Setiap Minggu di SD Kanisius diadakan pelajaran agama yang diberikan oleh Bp. Parlan; dan misapun dilaksanakan di tempat itu. Pada saat itu jumlah umat 40 orang. Karya para katekis saat itu dalam kondisi setelah perang kemerdekaan cukup menggembirakan, terbukti dengan dipermandikannya 4 orang pada bulan Desember 1949.
Pada tahun 1952 perkembangan umat Katolik mulai menyebar ke Pingit (Kabupaten Temanggung), Losari, Kragan (Kabupaten Magelang). Tahun 1954 atas prakarsa Bp. Michael Tjipto Martojo mengijinkan sebagian rumahnya untuk keperluan ibadah / kapel, dan berlangsung sampai tahun 1960.
Periode tahun 1960
Pengurus stasi mulai ditata dengan kepengurusan sbb:
Ketua : Bp. Alloysius Probo Ukirdi
Sekretaris : Bp. Albertus Redrikus Margono
Bendahara : Bp. Franciscus Xaverius Darmosiswoyo
Pembantu Umum : Bp. Antonius Sadeli
Penyandang Dana : Bp. Michael Tjipto Martojo
Kapel sudah tidak menampung umat lagi. Generasi sudah bergulir kepada kaum muda. Maka untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan perayan Ekaristi dibentukah Panitia Pembangunan Kapel dengan keanggotaan diantaranya: Bp. Alloysius Probo Ukirdi, Bp. Albertus Redrikus Margono, Bp. Ignatius Mardiatmodjo dan Bp. Franciscus Xaverius Darmosiswoyo. Dengan diprakarsai panitia, umat berusaha mengumpulkan dana pembangunan sebesar Rp 1,- per KK; dana yang terkumpul sebesar Rp 53,- Dana yang terkumpul ternyata belum mencukupi untuk pembangunan gereja yang diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 185,- Untuk itu panitia pembangunan menghadap Uskup Agung di Semarang, dengan modal dana Rp 53,- dana yang terkumpul dan tidak mencukupi tersebut diminta Bapak Uskup dan beliau menjanjikan akan membuatkan gereja.
Atas bantuan Uskup Agung Semarang Mgr. Albertus Soegijpranata, SJ terwujudlah keinginan umat Bedono mempunyai gereja yang dibangun menghabiskan dana sebesar Rp 350,- dan diberkati pada tanggal 28 Pebruari 1960 dengan nama gereja Santo Thomas Rasul. Nama tersebut dipilih atas kesepakatan bersama panitia pembangunan gereja.
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ memberkati gereja dengan ucapan sesanti "Ya iki berkah Dalem Gusti kanggo anak-anakku ing Bedono". Dalam audiensinya beliau berpesan agar melanjutkan karya Pastor Franciscus Xaverius Van Lith, SJ. Dua hari dua malam sebelum peresmian gereja, digelar kesenian di rumah Bp. Michael Tjipto Martojo.
Untuk kelengkapan gereja yang dulunya umat dalam mengikuti misa lesehan, Bp. Antonius Sadeli menyumbang bangku-bangku; sampai saat ini bangku tersebut masih dipakai. Perkembangan umat waktu itu terasa lambat meskipun gedung gerejanya sudah besar.
Periode tahun 1965
Bukan rahasi lagi bahwa Revolusi Partai Komunis Indonesia (PKI) juga membawa kemajuan bagi umat di Gereja Bedono, saat itu yang bertugas Pastor VL. Vendel, SJ. Pastor ini mempunyai strategi: yang penting dibaptis dulu sedangkan kedalaman iman dilakukan sambil berjalan. Pertambahan umat sangat signifikan diantara tahun 1960 sampai tahun 1970. Tercatat umat yang dibaptis ada 719 orang. Perinciannya sbb:
1. Tahun 1966 sebanyak 99 orang.
2. Tahun 1967 sebanyak 350 orang.
3. Tahun 1968 sebanyak 162 orang.
4. Tahun 1966 sebanyak 54 orang.
5. Tahun 1966 sebanyak 54 orang.
Semuanya itu dibaptis oleh Pastor VL. Vender, SJ sendiri. Melihat data tersebut kita patut memberikan acungan jempol kepada para ketekis kita, mereka telah bekerja keras dibawah bimbingan Pastor VL. Vender, SJ. Katekis-katekis tersebut diantaranya:
1. Bp. Agustinus Darsono.
2. Bp. Alloysius Probo Ukirdi.
3. Bp. Santo.
4. Bp. Sudardjo.
5. Bp. Abu Nawar.
6. Bp. Ignatius Mardiatmodjo.
7. Bp. Y. Supono.
8. Bp. Y. Sucitro.
9. Bp. Sumaryono.
10. Bp. Albertus Redrikus Margono.
11. Dan guru-guru sekolah misi, yang mencantumkan dalam perjanjian kerjanya satu point yaitu disamping mengajar di sekolah mereka harus juga mau mengajar agama.
Daerah penyebaran semakin luas, kira-kira sudah mencapai radius 7 kilometer dari pusat Bedono, mencakup antara lain: Sadang, Rejosari, Losari, Kragan, Nawangsari, Kaligaleh, Tempuran, Tapak, Gintungan dan Kalipucung.
Periode tahun 1971
Di stasi Nawangsari umat sudah cukup banyak. Kalau ke gereja Bedono umat Nawangsari menempuh perjalanan cukup jauh sekitar 5 kilometer. Ini sangat memprihatinkan; di samping jauh juga kurang efisien dalam memanfaatkan waktu. Kemudian muncullah keinginan untuk mendirikan bangunan gereja. Atas usaha Pastor VL. Vender, SJ dan berkah yang datang lewat saudarnya bernama Anna, maka dana yang datang tersebut dipakai untuk membangun bangunan gereja dan diberi nama Santa Anna. Pemberkatan kapel Santa Anna dilakukan oleh Sekretaris Keuskupan Agung Semarang yaitu Pastor Carry, SJ. Pada tahun itu pula stasi Bedono dipimpin secara resmi oleh Pastor M. Yoonkbloedt, SJ.
Periode tahun 1972
Umat di Sadang juga mempunyai keinginan yang sama untuk mendirikan kapel / gereja; pemrakarsanya adalah Bp. Sugiyarto, mantan kadus dibantu Pengurus Gereja Bedono dengan penyandang dana Bp. Michael Tjipto Martojo. Uniknya mulai tahun 1972 Bp. Sugiyarto memimpin masyarakat bergotong royong membangun tempat-tempat ibadah untuk umat Islam, Budha dan Katolik. Berkat kerja sama antar umat beragama ini, desa tersebut terkenal sampai ke tingkat Propinsi.
Pada tahun 1974 dibangunlah gedung gereja di Sadang. Gedung gereja diberkati oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Yustinus Darmojuwono pada tanggal 7 Oktober 1974. Pada saat itu Bupati Kabupaten Semarang (Drs. Iswanto) berkenan hadir demikian pula tokoh agama serta seluruh umat meskipun saat pemberkatan hujan turun sangat lebat.
Regina Pacis
Nama Regina Pacis pernah dipakai menggantikan nama Santo Thomas Rasul pada saat Pastor H. Wakers, SJ bertugas di Bedono. Pasalnya terjadi kecelakaan kendaraan jeep yang dikendarai Pastor H. Wakers, SJ dengan bus Tri Sakti. Mulai saat itu pelindung gereja Bedono diubah menjadi gereja Regina Pacis, dengan alasan berkat perlindungan Bunda Maria, Pastor H. Wakers, SJ selamat dari kecelakaan. Maklum beliau amat kuat dalam berdevosi kepada Bunda Maria. (Nama Regina Pacis ini menjadi Thomas Rasul kembali pada tanggal 7 Juli 2002).
Periode tahun 1977
Di Dusun Sedono, Desa Genting dan sekitarnya terdapat kesenian Ketoprak. Para anggotanya mempunyai keinginan mendengarkan ajaran agama Katolik. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Pastor H. Wakers, SJ yang saat itu bertugas di Bedono beserta katekis dan guru-guru SD Kanisius dikerahkan mengajar agama. Di tempat tersebut dibuka 12 tempat untuk pelajaran agama, hasilnya sangat mengejutkan yaitu sebanyak 216 katekumen.
Periode tahun 2000-
Perkembangan Paroki Administratif Santo Thomas Rasul terus bergulir sesuai dengan perkembangan jaman dan sejak tanggal 7 Juli 2002, Paroki Administratif Regina Pacis Bedono diubah kembali ke nama semula menjadi Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono. Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono terdiri dari:
a. Wilayah Santa Maria I
1. Lingkungan Yoakim Sadang
2. Lingkungan Agnes Rejosari
3. Lingkungan Emmanuel Gintungan
4. Lingkungan Antonius Sedono
5. lingkungan Amos Kalipucung
b. Wilayah Santa Maria II
1. Lingkungan Agustinus Sodong I
2. Lingkungan Herman Yosep Sodong II
3. Lingkungan Daniel Genting, Tompak, Gedek.
4. Lingkungan Mikael Dlimas
c. Wilayah Yohanes Pembaptis
1. Lingkungan Santa Maria Klepu
2. Lingkungan Yulius Pingit
d. Wilayah Mikael
1. Lingkungan Santo Yohanes Pembaptis Wawar Lor Kulon
2. Lingkungan Santo Alloysius Wawar Lor Wetan
3. Lingkungan Santo Fransiskus Tapak / Tempuran
e. Wilayah Regina Pacis
1. Lingkungan Santo Yusup Gemawang
2. Lingkungan Mater Dei Bedono Kulon
3. Lingkungan Alfonsus Bedono Krajan
4. Lingkungan Sang Timur Bedon Wetan Ban Kidul
f. Wilayah Ignatius
1. Lingkungan Santo Gregorius Agung Wetan Ban Kidul Wonokasihan
2. Lingkungan Cisilia Ngangkruk, Kentheng
3. Lingkungan Santo Paulus Wawar Kidul
g. Wilayah Santa Anna
1. Lingkungan Ignatius Losari I
2. Lingkungan Petrus Losari II
3. Lingkungan Theresia Kragan
4. Lingkungan Margareta Nawangsari
Sejarah Wisuda Menjadi Paroki Mandiri Santo Thomas Rasul Bedono
Sejak Dewan Paroki dipegang Bp. A. Jumadi dan Pastornya A. Puja Harsana, SJ, setiap ada kesempatan beraudiensi dengan Bapak Uskup Keuskupan Agung Semarang selalu permasalahan permohonan pastor yang menetap di gereja Bedono diajukan. Namun jawabannya selalu sama, yaitu supaya sabar menunggu kesempatan yang baik. Demikian pula saat Dewan Paroki dijabat oleh Bp. Andreas Suwardi.
Pada tanggal 6 Januari 2008 pelantikan pengurus Dewan Paroki Administratif Santo Thomas Rasul periode 2008-2010, oleh Vikep Semarang yaitu Pastor Yulius Sukardi, Pr, dilanjutkan dengan acara ramah tamah dan serah terima keadministrasian Dewan Paroki.
Senin tanggal 11 Pebruari 2008 Dewan Paroki mengadakan rapat pembentukan kepanitiaan Penerimaan Sakramen Penguatan yang direncanakan akan diterimakan oleh Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 4 April 2008 pukul 15.30-18.00 WIB.
Jumat pada tanggal 4 April 2008 pelaksanaan penerimaan Sakramen Penguatan oleh Bapak Uskup Mgr. Ignatius Suharyo, dilanjutkan acara audiensi bersama tokoh umat dan Dewan Harian. Dalam kesempatan acara tersebut disampaikan kepada Bapak Uskup, permasalahan-permasalahan yang terjadi saat itu. Muncul pula ungkapan rasa bahwa secepatnya ditugaskan seorang pastor yang menetap di pastoran Bedono. Jawaban Bapak Uskup agar umat Bedono sementara sabar dulu karena hal tersebut juga sedang dalam proses pertimbangan keuskupan.
Pada rapat Konsultores Keuskupan Agung Semarang Selasa 8 April 2008, dibicarakan kemungkinan Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono menjadi paroki mandiri. Pada hari Jumat tanggal 9 Mei 2008 diadakan rapat yang diikuti Pengurus Dewan Harian Paroki Santo Yusup Ambarawa dan Pengurus Dewan Harian Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono. Dalam rapat tersebut dibahas persiapan kemandirian Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono, diantaranya perihal batas teritorial wilayah, mempersiapkan pastoran, harta benda gereja, pelayanan pastoral. Guna persiapan umat melayani seorang pastor, telah ditetapkan bahwa Romo Gregorius Awan Widyaka, Pr menetap di pastoran Bedono. Pada kesempatan itu telah beredar berita bahwa Bedono pada tanggal 3 Mei 2008 resmi menjadi paroki mandiri.
Pemberitaan wisuda paroki tersebut ternyata diundur pada tanggal 11 Agustus 2008. Menunggu kedatangan pastor yang ditugaskan di Bedono. Dengan demikian pastor yang akan menetap di Bedono diharapkan hadir pada tanggal 10 Agustus 2008.
Penetapan Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono menjadi paroki mandiri, ditetapkan dengan Surat Keputusan Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, tanggal 7 Agustus 2008, nomor 0748/B/I/b-14/08.
Pada tanggal 10 Agustus 2008, Pastor St. Koko Pudjiwayulistyono, Pr sebagai pastor pertama mandiri datang. Ternyata wisuda paroki diundur lagi tanggal 31 Agustus 2008.
Paroki Administratif Santo Thomas Rasul Bedono dikukuhkan menjadi paroki mandiri pada tanggtal 31 Agustus 2008 dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang didampingi Rm. RB. Riyo Mursanto, SJ (Provinsial SJ), Rm. A. Puja Harsana, SJ (Delegatus diaspora), Rm. SP. Bambang Ponco Sukamat, SJ (Pastor Paroki Santo Yusup Ambarawa), dan Rm. St. Koko Pudjiwahyulistyono, Pr (Pastor Paroki Santo Thomas Rasul Bedono).
Sekarang
Mengingat tahun kedua sebagai Paroki Mandiri dan tepat 50 tahun berdirinya gereja Santo Thomas Rasul, umat paroki Bedono bersama Rm. St. Koko Pudjiwahyulistyono, Pr terus berziarah berjalan bersama mengarungi kehendakNya. Dan sekarang, dalam pembangunan 'gereja' dan "Gereja' yang terus menerus kiranya akan semakin bertambah sejarahnya. "Aku senantiasa menyertai kamu sampai akhir zaman" (Mat 28:20) Tuhan Yesus bersabda dan begitulah harapan kita.
Sumber : http://historiadomus.multiply.com/
Gambar : http://albertusgregory.blogspot.com/
0 comments:
Posting Komentar