Gereja Katolik Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tak Bernoda
1. SEJARAH GEREJA GARUT
Kota Garut walaupun kecil, sudah memiliki gedung gereja yang cukup tua. Berdasarkan catatan yang ada, karya gereja St. Maria – Garut telah dimulai sejak tahun1914, ordo Jesuit dalam sejarah gereja adalah yang pertama berkarya di Garut bersama dengan pastor Projo. Menurut sesepuh pada zaman kolonial dulu, kota Garut merupakan tempat istirahat bagi orang-orang Belanda, karena kota Garut pada zaman itu keadaan alamnya indah dan nyaman, sejuk namun hangat dengan sumber air panasnya. Kala itu disekitar kota Garut terdapat banyak perkebunan teh, sehingga banyak orang Belanda yang tinggal di daerah perkebunan itu dan sebagian ada yang beragama Katolik. Untuk memenuhi keperluan tempat beribadah, dibangunlah gedung gereja kecil yang berkapasitas maksimal 200 orang, gedung gereja ini diberkati pada tanggal 22 Juni 1917.
Tahun 1927, mulailah pastor-pastor Ordo Salib Suci berkarya di daerah Parahyangan ini, termasuk kota Garut, maka sejak tanggal 9 Februari 1927 karya gereja diserahkan kepada ordo Salib Suci. Sebenarnya Suster Carolus Borromeus ( CB ) juga pernah berkarya di Garut. Mereka memiliki susteran, mengelola Taman Kanak-Kanak HIS. Masuknya tentara Jepang ke Indonesia terjadilah perang tahun 1942 mengakibatkan mereka meninggalkan kota Garut.
Pada periode tahun 1943 –1949 Paroki Santa Maria Garut mengalami masa sulit. Tidak ada imam dan tidak ada permandian. Hanya kadang-kadang saja Pastor H. Riechert, OSC yang tidak diinternir oleh Jepang dapat mengunjungi Garut. Kalau kebetulan ada Misa Kudus, umat yang hadir hanya sekitar 18 orang saja.
Tahun 1947 tentara Belanda menduduki kota Garut lagi, Pastor LK. Soemadiwirjo, OSC menetap tinggal di Garut, sehingga pelajaran agama, permandian dan Misa Kudus mulai dapat dilaksanakan lagi kendati masih belum menentu.
Periode tahun 1950 –1964, setelah masa tidak menentu berlalu mulailah Gereja berkembang lebih baik. Belanda mulai meninggalkan Garut. Pelajaran agama dan permandian dari orang-orang Garut semakin bertambah. Untuk memberikan pelayanan bidang pendidikan didirikan SMA Katolik Santa Maria pada tahun 1953, kemudian pada tahun 1955 SMP Katolik diresmikan, menyusul kemudian TK – SD Katolik mulai menerima murid pada tahun 1962 dengan menggunakan ruang belajar Pastoran akhirnya Pastor H. Van Iperen OSC membangun Gedung Sekolah TK – SD di Jln. Telaga Bodas ( sekarang Jln. Jend. A.Yani 17 ). Dengan beroperasinya sekolah-sekolah tersebut, calon-calon permandian makin bertambah. Peran Bapak RF. Slamet Dirdjosoebroto sangat besar dalam merintis berdirinya sekolah-sekolah tersebut. Pada periode ini tiga orang pastor yang namanya sangat dikenal di Garut sampai saat in ialah J. Scharff, OSC, P. Bossman, OSC dan Van Iperen, OSC.
Periode tahun 1965 – 1984, pada tahun 1965 tercatat 382 orang yang menerima sakramen permandian. Sungguh suatu panenan yang melimpah. Pastor A. Gani, Pr. Yang saat itu bertugas di Garut sangat sibuk. Ini disebabkan karena saudara-saudara kita dari Tatar Sunda Asli (ADS) pada tahun tersebut berbondong-bondong mengikuti pelajaran agama kemudian menerima sakramen permandian. Mereka sebagian besar tinggal di kampung Pasir menjadi stasi dari Paroki Garut yang dikunjungi setiap hari Minggu sore untuk Misa Kudus. Sejak itu perkembangan umat Katolik semakin mantap.
Hambatan mulai terasa pada tahun 1974 bahwa tidak ada pastor yang menetap di paroki Garut. Sejak saat itu Paroki Garut dilayani oleh Pastor dari Bandung atau Tasikmalaya. Pada bulan September 1981 peristiwa yang memprihatinkan tiba-tiba terjadi, hampir semua umat Katolik Stasi Pasir menghadap pastor paroki menyatakan keluar dari Gereja Katolik dan menyerahkan surat permandian mereka. Ini mungkin terjadi akibat dari tekanan-tekanan yang mereka terima dari masyarakat sekitar dan situasi sosial politik yang tidak mendukung, termasuk pendirian tempat ibadah pun dirobohkan. Pastor C.Kluskens, OSC sebenarnya telah berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi umat Garut. Ia dikenal sebagai pastor yang dekat dengan umat.
Mulai pertengahan tahun 1982 kembali mendapat pastor yang menetap di Garut, kehidupan paroki mulai ditata, organisasi kegerejaan dihidupkan. Dewan Paroki mengatur, merencanakan segala sesuatu demi kemajuan paroki St. Maria Garut. Pada tahun 1982 ini paroki Garut yang sebelumnya dilayani oleh pastor-pastor dari Ordo Salib Suci diserahkan kepada pastor Projo.
Berkenaan dengan perkembangan jumlah umat dan kapasitas gedung gereja yang kurang memadai, maka pada tahun 1990 diadakan renovasi kecil dengan menambah kapasitas ruang gereja yaitu yang semula ruang sakristi pada sayap kanan dan ruang pertemuan di sayap kiri digunakan untuk ruang ibadah. Sakristi dipindahkan ke sebagian bekas ruang pertemuan. Bersamaan dengan itu dibangun aula gereja yang berada di belakang gedung gereja.
Pada tahun 2005 gedung gereja di Paroki Garut ini telah berusia 88 tahun dan selama itu pula belum pernah diadakan perombakan gedung yang berarti. Tembok gedung tampak condong dan miring ke arah luar. Melihat situasi ini dan untuk menjaga kelestarian dan kenyamanan beribadah maka mulai tanggal 2 Mei 2005 dilaksanakan renovasi dengan mengganti struktur bangunan menggunakan baja. Ditambah pula kapasitas ruangan dengan melebarkan ke arah sayap kanan dan kiri serta balkon. Diharapkan renovasi ini selesai dan dapat diresmikan pada Natal 2005.
Perlu diketahui bahwa pada tahun1992 telah dirintis sebuah stasi di Pameungpeuk – 90 km ke arah selatan kota Garut. Jumlah umatnya masih kecil yaitu 16 jiwa dan dilayani sebulan satu kali pada hari Jumat ketiga. Selain itu Paroki Garut juga diserahi untuk melayani umat Stasi Sumedang dengan jumlah umat 71 jiwa. Dikunjungi tiap hari Minggu sore untuk Misa Kudus dan Pembinaan Iman Anak dan pelajaran agama.
Menurut catatan statistik di Paroki, jumlah umat Paroki Garut sampai dengan 31 Desember 2008 terdiri dari :
Umat Paroki St. Maria : 852 Jiwa
Umat Stasi Sumedang : 55 Jiwa
Umat Stasi Pamengpeuk : 22 Jiwa
Total ± 929 jiwa
Menurut buku permandian di Paroki Garut, Pastor-pastor yang pernah berkarya di Garut adalah :
No Nama Tahun berkarya
1. A. Van Asseldonk, OSC Antara 1934 - 1942
2. J. Scharff, OSC
3. A. Kooyman, OSC
4. J. Goumans. OSC
5. Th. Scheerder, OSC
6. A. Van Dyk, OSC
7. J. Van de Pol, OSC
8. H. Reichert, OSC 1942 - 1946
9. L.K. Soemodiwiryo, OSC 1947
10. J.A. Van Duynhoven, OSC 1948
11. J. Scharff, OSC 1949
12. L.K. Soemadiwiryo, OSC 1951 - 1953
13. J. Bosman, OSC 1952 - 1957
14. H. Van Iperen 1958 - 1963
15. A. Gani. Pr. 1968 - 1969
16. H. Kortum, OSC 1966 - 1967
17. A. Gani, Pr. 1968 - 1969
18. W. Straathof, OSC 1970
19. J. Souw Hong Goan, OSC 1970 -1974
20. R. Mertens, OSC 1974
21. J. Sunyata, OSC 1974 -1976
22. Ign. Putranto, OSC 1976 -1978
23. M. Rooyakkers, OSC 1978 - 1979
24. C. Kluskens, OSC 1979 - 1982
25. Anton Limyarto, Pr. 1982 -1990
26. S. Ferry Sutrisna Wijaya, Pr. 1990 - 1992
27. Y. Siswa Subrata, Pr. 1992 - 1993
28. Y. Handi Sadeli, Pr 1993 - 1996
29. P. Wirasmohadi Surjo, Pr. 1996 - 1998
30. Paulinus Wijaya, Pr 1998 - 2002
31. Petrus Agus Riantono, Pr. 2002 - 2008
32 Agus Nindia Nikolas, Pr 2009 - SEKARANG
Sumber : http://samarga09.multiply.com/journal/item/1
0 comments:
Posting Komentar