Sejarah Gereja Paroki Roh Kudus Kebonarum
Paroki Roh Kudus Kebonarum diresmikan menjadi Paroki pada tanggal 2 September 1998 oleh Bapak Uskup Agung Semarang Mgr. I. Suharyo. Pada hari peresmian itu diterimakan Sakramen Krisma untuk 282 umat, dilantik untuk pertama kali Pengurus Dewan Paroki Roh Kudus Kebonarum serta penetapan Rm. L. Prasetya Pr sebagai Pastor Paroki yang pertama. Peristiwa peresemian Kebonarum menjadi paroki ini menjadi salah satu puncak dari perjalanan sejarah umat katolik Kebonarum.
Tonggak pertama hadirnya paroki Kebonarum, adalah saat beberapa orang Kebonarum dibaptis di Klaten pada tanggal 23 Mei 1923, oleh Rm. Lukas SJ. Mereka adalah Bpk. G. Sastradiwirya, Bpk. Yososumarno, Bpk. C. Hadidarmojo, Bpk. A. Samsi dan Bpk. L. Mangunsawal. Mereka inilah cikal bakal orang katolik di Kebonarum. Sejak saat itu, Para Rama yang bekerja di daerah Klaten mempunyai pijakan untuk mewartakan berita Injil kepada orang Kebonarum. Bahkan didukung oleh orang-orang katolik generasi pertama ini dalam waktu tidak lama pewartaan Injil yang dikemas dalam bentuk “wulangan agama” dapat dilakukan di beberapa tempat seperti: Karangnongko, Jogonalan, Trunuh, dan Mayungan. Bukan hal mudah mewartakan Injil pada saat itu. Karena selain agama Katolik belum dikenal, juga karena agama ini diidentikan dengan penjajah Belanda. Maka tidak mengherankan banyak orang menganggap aneh, bila orang Jawa menjadi orang Kristen/Katolik. Terkenalah pada saat itu ungkapan: “Wong Kristen yèn mati dipenthèng lan dipekèngkèng, mula aja padha gelem dadi kristen”. Meskipun demikian Injil terus dapat diwartakan. Tercatat pada tahun 1945, sudah ada 250 orang Katolik tersebar di wilayah Kebonarum dan sekitarnya. Pada tahun itu Kebonarum dibagi menjadi dua kepamongan, yaitu Kepamongan Kebonarum Barat (Nglarang, Basin, Pluneng) dan Kepamongan Kebonarum Timur (Nglinggi, Wanteyan).
Mulai pada tahun 1948 kedua kepamongan bersama-sama merayakan hari-hari Besar (Natal dan Paskah) di rumah Bpk. Y. Harjosuwito Gatak. Sedangkan pada hari Minggu, umat pergi ke Gereja Paroki Maria Assumpta Klaten untuk merayakan Ekaristi. Pada tahun 1955 saat umat Katolik semakin bertambah banyak. Kepamongan dimekarkan menjadi lima, yakni kepamongan Nglarang, Basin, Pluneng, Nglinggi, Wanteyan.
Antara tahun 1966-1970, paska G30S , agama Katolik mulai dikenal di daerah Deles, Kecamatan Kemalang. Cukup banyak orang menyatakan diri untuk minta menjadi orang katolik dan dibaptis. Hal ini dipicu oleh kebijakan Pemerintah yang mengharuskan semua orang untuk beragama. Maka orang harus menentukan pilihan agamanya demi keamanan atau kelangsungan hidupnya daripada dianggap melawan pemerintah dengan mendapat cap PKI, suatu stigma yang amat menakutkan. Lalu agama Katolik menjadi pilihan mereka, baik untuk berlindung maupun karena iman. Itulah sebagian dari awal munculnya orang-orang Katolik di wilayah Deles di lereng Gunung Merapi. Para Rama Paroki Klaten yang pada saat itu amat berperan membimbing mereka adalah Rm. G. Utomo Pr dan Rm. Van Woorkens SJ. Sedang beberapa katekis/guru agama yang secara tekun bergantian membimbing dan mendampingi “naik” ke Deles adalah Bpk. Y. Suharta (Somokaton, Karangnongko), Bpk. Dwijo Sukamto (Pluneng, Kebonarum) dan Bpk. Kusno (Sikenong, Klaten). Dengan bertambahnya umat ini, mulai dirasakan perlunya umat Katolik di sekitar Kebonarum merayakan Ekaristi sendiri pada hari Minggu. Keinginan ini mendapatkan dukungan dari para Rama Paroki Klaten, lebih-lebih karena Gereja Paroki sedang direnovasi. Gedung Ekokapti sebagai pengganti tempat ibadat tidak mungkin menampung jumlah umat, sekalipun perayaan Ekaristi diadakan empat kali. Maka mulai tahun 1968, umat Kebonarum merayakan Ekaristi hari Minggu di rumah Bpk. MC. Rooslan, Basin. Keluarga Bpk. MC Rooslan ternyata tidak hanyak merelakan rumahnya yang cukup besar untuk kapel, melainkan juga menyediakan fasilitas lain yang diperlukan oleh Rm. Paroki Klaten. Umpamanya dengan menyediakan akomodasi dan kamar untuk bermalam. Karena satu dan lain hal perayaan Ekaristi atau kegiatan umat sering dipindah di rumah Bpk. FA. Purwoharjono, yang tidak jauh dari rumah Bpk. MC. Rooslan. Dua belas tahun umat menggunakan kedua tempat itu untuk ibadat hari Minggu dan kegiatan lain. Sementara itu umat terus bertambah banyak. Tempat Bpk. MC. Rooslan dan Bpk. FA. Purwoharjono dirasakan sudah tidak mampu menampung jumlah umat. Maka mulailah dipikirkan untuk mencari tempat yang dapat dipakai sebagai tempat permanen dan cukup luas. Atas perjuangan beberapa tokoh umat seperti Bpk. Y. Sumilan, Bpk. Y. Siswanto, Bpk. FX. Sriyono, Bpk. Y. Brotosutarno didapatlah tanah kas Desa Pluneng, di sebelah timur Dukuh Dawe untuk dijadikan kapel dengan keputusan Desa yang disetujui Camat Kebonarum Bpk. YA. Effendi Slameta, pada tanggal 27 Oktober 1977 dengan status hak pakai. Pada tahun 1978 dibentuk Panitia Pembangunan Kapel yang diketuai Bpk. Suhir Prawiro Atmojo. Peletakan batu pertama pembangunan Kapel dilakukan oleh Rm. Michael Sugita Pr, dan diselesaikan pada tahun 1981 atas dukungan dana dari Rm. C. Cahya Pr. Selanjutnya kapel diberkati oleh Pejabat Uskup Agung Semarang Rm. Alexander Jayasiswaya pada tanggal 28 September 1982. Dengan dimilikinya tempat ibadat yang permanen ini umat merasa harus mulai menata diri dengan lebih mandiri. Maka hal-hal yang berkaitan denan liturgi dan non liturgi harus diurus oleh sebuah pengurus. Sejak saat itu pembenahan organisasi kepengurusan (pengurus Dewan Stasi) mulai mendapat bentuk lebih teratur. Seperti umpamanya setian tiga tahun sekali diadakan pergantian pengurus Dewan Stasi.
Awal tahun 1996 Rm. R. Mardisuwignya Pr, sebagai pastor Paroki Klaten, memunculkan gagasan untuk memekarkan paroki Klaten menjadi dua paroki. Semula stasi yang akan dijadikan paroki baru adalah stasi Senden. Tapi berhubung dengan adanya aneka kesulitan, rencana beralih ke stasi Kebonarum. Maka mulailah persiapan-persiapan dilakukan. Langkah pertama, Rm. R. Mardisuwignya Pr menugaskan Rm L. Prasetya sebagai pendamping Stasi Kebonarum dan sekitarnya untuk mempersiapkan diri. Langkah kedua mulai dicari tanah yang bisa dipakai untuk pastoran, sekaligus menentukan batas-batas paroki baru. Setelah proses yang cukup panjang antara umat dan Rama-Rama Paroki Klaten, dan didukung oleh Keuskupan Agung Semarang, akhirnya disepakati dan disetujui:
1. Untuk tanah yang akan dibangun pastoran dibeli tanah di sebelah Kapel Kebonarum, seluas 2000 M2.
2. Untuk batas wilayah paroki atau wilayah yang termasuk paroki baru adalah wilayah Somokaton, Deles, Bunder. Wilayah itu mencakup Kecamatan Karangnongko, Kemalang, sebagian Kecamatan Manisrengga, Kecamatan Jatinom dan Kecamatan Kebonarum.
Agar semua berjalan lancar, mulai tanggal 29 Desember 1997, Rm. L. Prasetya langsung tinggal di Kebonarum dengan mengontrak rumah Bpk. F. Paimin, Ngebakan. Kehadiran Rama ini selain untuk langsung menunggui pembangunan pastoran, yang pelaksanaannya diketuai oleh Bpk. F. Widya dan Bpk. FX. Suyata, juga untuk langsung mempersiapkan umat agar makin siap dan mampu mengelola paroki. Mulailah diadakan secara lebih rutin pertemuan-pertemuan kelompok, rapat-rapat, pembinaan-pembinaan serta lain-lain agar kebiasaan baru mulai nyata sebagai sebuah paroki. Jumlah lingkungan dimekarkan. Yang semula 11lingkungan dimekarkan menjadi 20 lingkungan. Sementara kebiasaan baru mulai tumbuh subur, selesailah pembangunan pastoran. Pastoran diresmikan penggunaannya pada tanggal 15 Juni 1998 dan diberkati oleh Vikep Surakarta Rm. A. Priyambono D. Pr. Selanjutnya Stasi Kebonarum diresmikan oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Ig. Suharyo pada tanggal 2 September 1998, bertepatan dengan penerimaan Sakramen Krisma, dengan nama pelindung Roh Kudus. Maka dikenallah Gereja Katolik Roh Kudus Kebonarum.
Dengan diresmikan sebagai sebuah paroki, Rama L. Prasetya sebagai pastor paroki langsung memperlengkapi sarana-sarana lain untuk kegiatan umat. Aula dibangun, Kapel diperluas sehingga boleh disebut Gereja Paroki, tempat parkir dibangun, juga gua Maria dll. Tahun 1999 karena pelayanan untuk umat semakin bertambah padat, tenaga pastor ditambah, yaitu Rm. A. Eka Santosa Pr, yang kemudian diganti oleh Rm. G. Kriswanto tahun 2000. Pada tahun 2001 paroki juga menerima frater yang bertugas menjalani tahun orientasi pastoral (TOP). Mereka adalah calon-calon Imam yang study di Kentungan Yogyakarta.
Tahun 2002 Rm. L. Prasetya mendapat tugas baru dan diganti oleh Rm. A. Joned Triatmo Pr, sebagai Rama Paroki. Pada era Rm. A. Joned Triatmo Pr dan Rm. P. Hartana Pr, dibeli tanah 2000 M2 di sebelah barat pastoran, dilakukan tukar guling antara tanah milik Gereja yang letaknya jauh dari lokasi Gereja dengan tanah kas Desa Pluneng yang ada di sebelah utara Pastoran seluas 2000 M2. Demikianlah hingga tahun 2004, Paroki telah memiliki tanah lebih kurang 6000 M2 ditambah dekat Kapel Somokaton dan dua bidang pekarangan di belakang Kapel Surowono. Yang khas pada karya kedua Rama ini adalah perhatian mereka pada pendampingan orang-orang muda. Dirintislah usaha pertanuan organik untuk mereka dengan menggunakan tanah sawah milik Gereja. Dirintis pula usaha persewaan tenda, kursi, lampu, untuk melatih orang muda mengelola sebuah usaha swasta. Pada bulan Agustus 2004 Rm. A. Joned Triatmo Pr mendapat tugas baru sebagai missionaris di Keuskupan Tanjung Selor, Kalimantan Timur dan digantikan oleh Rm. A. Priyambono D. Pr sebagai Rama Paroki hingga sekarang.
Rama-Rama yang pernah dan sedang bertugas di Paroki Kebonarum adalah:
1. Rm. L. Prasetya, Pr, tahun 1998 – 2002
2. Rm. A. Eka Santosa, Pr tahun 1999 – 2000
3. Rm. G. Kriswanto, Pr, tahun 2000-2002
4. Rm. A. Joned Triatmo, Pr, tahun 2002 – 2004
5. Rm. P. Hartono, Pr, tahun 2003 sampai sekarang
6. Rm. A. Priyambono D. Pr, tahun 2004 sampai sekarang.
Sumber : http://historiadomus.multiply.com/journal/item/100/087_Sejarah_Gereja_Paroki_Roh_Kudus_Kebonarum
0 comments:
Posting Komentar